Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kerajaan Bali Kuno Meliputi Kehidupan Politik, Kehidupan Kebudayaandan Sejarah Raja saat kerajaan Bali Kuno

Kerajaan Bali Kuno terletak di Pulau Bali yang berada di sebelah timur Provinsi Jawa Timur. Kerajaan Bali mempunyai hubungan sejarah yang erat dengan kerajaan-kerajaan di Pulau Jawa, khususnya di Jawa Timur, seperti kerajaan Singasari dan Majapahit.

a. Kehidupan Politik

Berita tertua mengenai Bali bersumber dari Bali sendiri, yakni berupa beberapa buah cap kecil dari tanah liat yang berukuran 2,5 cm yang ditemukan di Pejeng, Bali. Cap-cap itu dibuat pada abad ke-8 M. Adapun prasasti tertua di Bali berangka tahun 882 M, memberitakan perintah membuat pertapaan dan pasanggrahan di Bukit Kintamani. Di dalam prasasti tersebut tidak ditulis nama raja yang memerintah pada masa itu. Demikian juga prasasti yang berangka tahun 911 M yang isinya memberikan izin kepada penduduk Desa Trunyaan untuk membangun tempat suci bagi pemujaan Bhattara da Tonta. Munculnya Kerajaan Bali dapat diketahui dari Prasasti Blanjong (Sanur) yang berangka tahun 914 M. Prasasti tersebut itulis dengan huruf Pranagari dan Kawi, sedang bahasanya ialah Bali Kuno dan Sanskerta. Raja Bali yang pertama ialah Kesari Warmadewa. Ia bertakhta di Istana Singhadwala dan merupakan raja yang mendirikan Dinasti Warmadewa. Dua tahun kemudian, Kesari Warmadwa digantikan oleh Ugrasena (915–942). 


Raja Ugrasena bertakhta di Istana Singhamandawa. Masa pemeritahannya sezaman dengan pemerintahan Empu Sendok dari keluarga Isana di Jawa Timur. Raja Ugrasena meninggalkan sembilan prasasti yang umumnya berisi tentang pembebasan pajak untuk daerah-daerah tertentu. Raja yang memerintah setelah Ugrasena adalah Aji Tabanendra Warmadewa (955–967). Raja ini memerintah bersama-sama permaisurinya
yang bernama Sri Subadrika Dharmadewi. Pengganti berikutnya ialah Jayasingha Warmadewa (968–975). Raja ini membangun sebuah pemandian dari sebuah mata air yang ada di Desa Manukaya. Pemandian itu disebut Tirtha Mpul yang terletak di dekat Tampaksiring. Raja Jayasingha digantikan oleh Janasadhu Warmadewa (975–983). Pada tahun 983 muncul seorang raja wanita yang bernama Sri Maharaja Sri Wijaya Mahadewi. Pengganti Sri Wijaya Mahadewi ialah Udayana Warmadewa. Ia memerintah bersama permaisurinya, yaitu Gunapriya Dharmapatni yang lebih dikenal sebagai Mahendradatta. Udayana memerintah bersama permaisurinya sampai dengan tahun 1001 M karena pada tahun itu Mahendradatta meninggal. Udayana meneruskan pemerintahannya sampai dengan tahun 1011 M.

Raja Udayana mempunyai tiga orang putra, yakni Airlangga, Marakata, dan Anak Wungsu. Airlangga tidak pernah memerintah di Bali sebab menjadi menantu Dharmamangsa di Jawa Timur. Oleh karena itu, setelah Udayana meninggal, takhtanya digantikan oleh Marakata. Setelah naik takhta, Marakarta memakai gelar Dharmawangsawardhana Marakata Pangkajasthana Uttunngadewa. Masa pemerintahan Marakata sezaman dengan Airlangga (1011–1022 M). Ia dianggap sebagai kebenaran hukum yang selalu memerhatikan dan melindungi rakyatnya. Oleh karena itu, Marakata disegani dan ditaati oleh rakyatnya. Pengganti Marakata ialah Anak Wungsu. Anak Wungsu merupakan Raja Bali yang paling banyak meninggalkan prasasti, yakni ada kurang lebih 28 buah prasasti dan tersebar di Bali Utara, Bali Tengah, dan Bali Selatan. Anak Wungsu berhasil memegang tampuk pemerintah di Bali selama 28 Tahun (1049–1077). Semasa pemerintahannya, ia berhasil mewujudkan kerajaan yang aman, damai, dan sejahtera. Penganut agama Hindu dapat hidup berdampingan dengan agama Buddha. Anak Wungsu berhasil membangun sebuah kompleks percandian di Gunung Kawi (sebelah selatan Tampaksiring) yang merupakan peninggalan terbesar di Bali. Masa pemeritahannya yang gemilang, Anak Wungsu dianggap oleh rakyatnya sebagai penjilman Dewa Hari (Dewa Kebaikan). Setelah meninggal, Anak Wungsu didharmakan di Candi Gunung Kawi.

Anak Wungsu tidak meninggalkan putra. Permisurinya dikenal dengan nama Batari Mandul. Raja yang memerintah setelah Anak Wungsu yang terkenal ialah Jayasakti (1133–1150). Masa pemerintahan Jayasakti sezaman dengan Raja Jayabaya di Kediri. Pada saat itu agama Buddha, Siwaisme, dan Waisnama berkembang dengan baik. Raja Jayasakti disebut sebagai penjilmaan Dewa Wisnu. Sebagai seorang raja yang bijaksana, ia memerintah kerajaan berdasarkan pada hukum keadilan dan kemanusiaan. Kitab undang-undang yang berlaku pada masa pemerintahannya ialah Utara Widdhi Balawan dan Raja Wacana atau Rajaniti. Raja Bali yang terkenal lainnya ialah Jayapangus (1177–1181). Raja Jayapangus dianggap sebagai penyelamat rakyat yang terkena malapetaka karena melalaikan ibadah. 

Jayapangus menerima wahyu dari Dewa untuk mengajak rakyat kembali melakukan upacara rital agama yang sampai sekarang dikenal dan diperingati sebagai upacara Galungan. Kitab undang-undang yang digunakan sebagai pedoman masa pemerintahannya ialah kitab Mana Wakamandaka. Setelah Jayapangus, Bali diperintah oleh raja-raja yang lemah. Bali kemudian berhasil ditaklukan oleh Gajah Mada dan menjadi wilayah kekuasaan Majapahit.

b. Kehidupan Sosial Ekonomi

Struktur masyarakat yang berkembang pada masa Kerajaan Bali Kuno, sesuai dengan kebudayaan Hindu di India, yaitu pada awalnya diwarnai dengan sistem kasta yang disebut caturwarna. Untuk masyarakat yang berada di luar kasta disebut budak atau njaba. Selain itu, ada hal yang menarik dalam sistem keluarga di Bali yakni berkaitan dengan pemberian nama anak. Misalnya, Wayan, Made, Nyoman dan Ktut. Untuk anak pertama dari golongan brahmana dan kesatria disebut Putu. Kehidupan perekonomian masyarakat dari Kerajaan Bali Kuno bertumpu pada pertanian. Beberapa istilah yang berkaitan dengan bercocok tanam, antara lain sawah, parlak (sawah kering), gaga (ladang), kebwan (kebun), dan kasuwakan (irigasi). Selain bercocok tanam, ada yang bekerja sektor di kerajinan. Mereka memiliki kepandaian membuat barang-barang kerajian dari emas dan perak, perlatan rumah tangga, dan alat-alat pertanian. Bahkan, ada memiliki kepandaian memahat dan melukis.

Kegiatan perdagangan pun, sudah cukup maju. Di beberapa desa terdapat golongan saudagar yang disebut wanigrama (saudagar laki-laki) dan wanigrami (saudagar perempuan). Mereka memiliki kepala atau pejabat
yang mengurus kegiatan perdagangan yang disebut banigrama atau banigrami.


c. Kehidupan Budaya

Masuknya kebudayaan Hindu–Buddha ke Bali, berpengaruh besar pada masyarakatnya. Sampai saat ini mayoritas penduduk Bali menganut agama Hindu. Agama Hindu di Bali te-lah bercampur dengan adat isti-adat setempat sehingga Hindu khas Bali disebut Hindu Dharma. Agama Buddha juga berkem-bang, meskipun tidak sepesat agama Hindu. Hal ini dapat diketahui dari jumlah pedanda (pendeta) agama Hindu
(Siwa) yang bergelar dang acarrya lebih banyak dari pada pendeta Buddha yang bergelar dang upadhyaya. Agama Hindu dan Buddha dapat hidup berdampingan secara damai, menunjukkan adanya tolerasi yang tinggi dalam masyarakat Bali. Di bidang budaya berkaitan dengan kehidupan keagamaan dapat dijumpai pada bangunan peninggalan masa kuno yang sampai sekarang masih dapat kita saksikan, seperti candi dan pura. Peninggalan bangunan candi, seperti Candi Padas di Gunung Kawi. Sebaliknya, untuk peninggalan pura di antaranya ialah Pura Agung Besakih.

Sejarah Raja saat kerajaan Bali Kuno

Sejarah kerajaan Bali Kuno termasuk keberadaan dinasti Warmadewa yang memerintah pertama, serta sejumlah prasasti ditemukan di sejumlah tempat yang berkaitan dengan raja atau penguasa di Bali, berikut informasinya.
  • Sri Kesari Warmadewa

    Yang tercatat dalam sejarah Bali Kuno, raja Sri Kesari Warmadewa adalah raja pertama yang memerintah di Bali. Raja ini juga sebagai pendiri dari dinasti Warmadewa, nama Warmadewa memastikan kalau raja berasal dari keturunan Sailendra dari Sriwijaya Palembang. Dalam kitab kuno Raja Purana, disebutkan kalau raja Bali yang bernama Shri Wira Dhalem Kesari mendirikan istana Singhadwala di kawasan pura Besakih, sang raja sangat tekun melakukan pemujaan terhadap Dewa yang berstana di gunung Agung, tempat pemujaanya sekarang dinamakan Merajan Selonding. Sri Kesari Warmadewa tidak lama memerintah, hanya sekitar 2 tahun dan kemudian digantikan oleh Ugrasena.
  • Shri Ugrasena

    Raja Bali Kuno ini memerintah dari tahun 915 – 942 M, pusat pemerintanya di Singhamandawa, daerah sekitar Batur. Beliau seorang raja yang bijaksana, secara spiritual Bali berkembang pesat. Sehingga mulai mendapatkan perhatian oleh kaum pedagang dan kerajaan lain. Walaupun tidak menyematkan gelar Warmadewa, tapi dipastikan sang raja dari dinasti Warmadewa. Shri Ugrasena terkenal bijaksana dan berwibawa sehingga menjadikan pulau Bali aman dan tenteram. Pada saat jaman pemerintahan Bali Kuno tersebut para pendeta Siwa Budha, Hindu, Rsi para Empu datang dari pulau Jawa dan juga India semua hidup rukun. Sejumlah prasasti juga menyebutkan keberadaan raja Shri Ugrasena seperti Prasasti Sembiran A I, Prasasti Pengotan A I, Prasasti Gobleg Pura Batur A dan lainya prasasti-prasasti tersebut tertulis dalam bahasa Bali Kuno.
  • Shri Tabanendra Warmadewa

    Pemerintahan kerajaan Bali Kuno berlanjut ke raja Shri Tabanendra Warmadewa, sang raja masih merupakan keturunan dinasti Warmadewa, beliau sendiri putra dari raja Shri Ugrasena, setelah Shri Ugrasena meninggal maka digantikan oleh putra beliau Shri Tabanendra Warmadewa dan bertahta di kerajaan Singhamandawa, beliau mempersunting istri dari anak seorang mpu, bernama Shri Subhadri Dharmadewi anak dari Mpu sendok yang berasal dari Jawa Timur, Dalam prasasti berbahasa Bali Kuno di Manikliyu di Kintamanii, disebutkan kalau ada raja putri, ini menandakan sang permaisuri yakni Shri Subhadri Dharmadewi ikut memerintah dalam kerajaan Bali Kuno, yang memerintah dari tahun 943-961 Masehi.
  • Jaya singha Warmadewa

    Pengganti berikutnya adalah Jaya Singha Warmadewa, beliau adalah putra raja suami istri Shri Tabanendra Warmadewa dan Shri Subhadri Dharmadewi, raja Bali Kuno ini juga tercatat membangun sebuah pemandian dengan sumber mata air alami di desa Manukaya, Tampaksiring, pemandian tersebut disebut Tirtha Empul, yang sekarang menjadi destinasi wisata populer di wilayah Tampaksiring Gianyar. Raja Bali Kuno ini memerintah mulai tahun 968 masehi – 975 masehi.
  • Shri Djanusandhu Warmadewa

    Setelah Jaya singha Warmadewa meninggal, maka pemerintahan kerajaan Bali Kuno berikutnya digantikan oleh putranya, yakni Shri Djanusandhu Warmadewa, permaisuri raja berasal dari Jawa Timur yang diberi gelar Shri Wijaya Mahadewi. Banyak perbaikan pembangunan yang dilakukan pada jaman pemerintahan Shri Wijaya Mahadewi diantaranya pembangunan pura, kerajaan Bali Kuno saat tersebut juga banyak mendapatkan bantuan dari kerajaan Jawa Timur, sehingga penduduk pulau Bali terasa lebih makmur, kerajaan Bali kuno di bawah pemerintahan Shri Wijaya Mahadewi berlangsung dari tahun 975-988 Masehi.
  • Udayana Warmadewa dan Gunapriya Dharmapatni

    Kerajaan Bali Kuno berikutnya diperintah oleh raja suami istri, yakni raja Udayana Warmadewa bersama permaisurinya Gunapriya Dharmapatni (988-1011 M). Permaisurinya berasal dari Jawa Timur anak raja seorang putri dari Shri Makuta Wangsa Wardana dan bernama Mahendradatha. setelah dinobatkan sebagai raja suami istri sang pangeran bergelar Dharmodayana Warmadewa dan permaisurinya diberi gelar Gunapriya Dharmapatni, raja Bali kuno ini memerintah dari tahun 988-1011 Masehi. Namun yang cukup menarik, dalam sejumlah prasasti yang ditemukan di Bali menyebutkan nama permaisuri disebutkan terlebih dahulu. Pengaruh besar dari jawa ini juga membawa pengaruh pada kebudayaan, semenjak itu pembuatan prasasti digunakan bahasa Jawa Kuno atau bahasa Kawi. Raja Udayana memiliki 3 orang putra diantaranya Airlangga, Marakata, dan Anak Wungsu. Airlangga sendiri tidak pernah memerintah kerajaan di Bali, karena hijrah ke Jawa Timur dan menjadi menanti Dharmawangsa.
  • Marakata

    Setelah Raja Udayana mangkat, upacara besar pun dilakukan untuk penghormatan kepada sang raja yang sudah berjasa besar, penghormatan oleh seluruh lapisan masyarakat Bali, para pemuka agama, pembesar kerajaan, pemuka masyarakat juga hadir untuk penghormatan tersebut, termasuk juga Mpu Beradah yang merupakan utusan dari Airlangga. Dan pemerintahan kerajaan Bali Kuno dilanjutkan oleh putera beliau yakni Marakata dan diberi gelar Dharmawangsawardhana Marakata Pangkaja sthana Uttunngadewa, raja Bali kuno ini memerintah dari tahun 1011-1022 M.
  • Anak Wungsu

    Perjalanan sejarah kerajaan Bali Kuno berlanjut ke raja berikutnya yakni Anak Wungsu yang merupakan adik dari Marakata dan Airlangga. Pada jaman pemerintahan kerajaan Bali Kuno, raja Anak Wungsu tercatat paling banyak meninggalkan prasasti di Bali, diantaranya prasasati yang tersimpan di desa trunyan bangli, prasasti di Bebetin Buleleng, prasasti di Sembiran Buleleng, Sawan Belantih, SPrasasti Serai, Pengotan, Manikliyu Bangli, prasasti Klungkung dan banyak lagi lainnya, sebagian besar menggunakan bahasa Bali Kuno. Peninggalan sejarah Bali kuno tempo dulu juga berbentuk arca, salah satunya komplek candi Gunung Kawi yang sekarang menjadi destinasi wisata di bali. Sang raja pada masa pemerintahanya selama 28 tahun (1049–1077) berhasil membawa kesejahteraan masyarakat dan agama Hindu dan Budha bisa hidup berdampingan. Raja anak Wungsu dianggap rakyatnya sebagai Dewa Kebaikan. Anak Wungsu sendiri tidak memiliki putera, permaisurinya dikenal dengan Batari Mandul.
  • Shri Suradhipa

    Setelah masa kejayaan kerajaan Bali Kuno di bawah pemerintahan raja Anak Wungsu, tercatat dalam sejumlah prasasti di Bali yang sudah berbahasa Jawa Kuno atau bahasa Kawi. Adanya seorang ratu yang bertahta di kerajaan Bali, sekitar tahun 1078-1114 Masehi yang menggantikan raja Anak Wungsu, pada tahun berikutnya ada juga prasasti yang sekarang tersimpan di Gobleg Buleleng yang berangka tahun 1115 Masehi bernama Shri Suradhipa, yang merupakan keturunan dinasti Warmedewa, beliau putra dari Shri Sakalendu.
  • Shri Jaya Pangus

    Pemerintahan kerajaan Bali kuno berikutnya setelah Shri Suradhipa, berturut-turut diperintah oleh raja Shri Jaya Sakti, Shri Jaya Kasunu dan Shri Jaya Pangus. Dilihat dari nama-nama raja yang memerintah pada masa Bali Kuno tersebut, sudah terjadi percampuran dinasti atau wangsa yakni dari dinasti Warmadewa dengan dinasti Maharaja Jaya Sakti. Dalam sejumlah prasasti di Bali diketahui kalau Shri Jaya Sakti memerintah bali kuno dari tahun 1133-1150. Kerajaan Bali Kuno berikutnya dipegang oleh Shri Jaya Kasunu pada saat pemerintahanya diperkenalkan adanya perayaan Hari raya Galungan dan Kuningan. Selanjutnya raja Shri Jaya Pangus yang mengundang Sapta Pandita untuk memimpin upacara Eka dasa Rudra di Pura Besakih. Dalam sebuah prasasti Shri Jaya Pangus disebutkan berstana di Pejeng. Kerajaan Bali Kuno dibawah pemerintahan raja Shri Jaya Pangus dari tahun 1177-1199 Masehi.



Penelusuran yang terkait dengan Kerajaan Bali Kuno
  • runtuhnya kerajaan bali
  • makalah kerajaan bali
  • pertanyaan tentang kerajaan bali
  • pendiri kerajaan bali
  • ppt kerajaan bali
  • peristiwa penting kerajaan bali
  • jurnal kerajaan bali
  • kerajaan gelgel

Post a Comment for "Kerajaan Bali Kuno Meliputi Kehidupan Politik, Kehidupan Kebudayaandan Sejarah Raja saat kerajaan Bali Kuno"