Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kerajaan Kediri Meliputi Awal Masa Kerajaan Kediri, Raja Raja Kerajaan Kediri dan Peningalan - Pelinggalanya Seacara Lengkap

Kerajaan Kediri merupakan salah satu dari beberapa kerajaan besar dan berpengaruh di nusantara. Kerajaan Kediri atau juga sering disebut Kerajaan Kadiri hadir di nusantara pada tahun 1045 M sampai tahun 1222 M. Selama 177 tahun kekuasaannya, Kerajaan Kediri banyak memberikan warna peradaban di nusantara yang kemudian bernama Indonesia ini. Pada masa keemasannya, Kerajaan Kediri memiliki wilayah kekuasaan yang cukup luas.
Pada masa pemerintahan Sri Jayabhaya, Kerajaan ini meliputi seluruh Jawa dan beberapa pulau di Nusantara, bahkan sampai mengalahkan pengaruh Kerajaan Sriwijaya di Sumatera.


Hal ini diperkuat kronik Cina berjudul Ling wai tai ta karya Chou Ku-fei tahun 1178, bahwa pada masa itu negeri paling kaya selain Cina secara berurutan adalah Arab, Jawa, dan Sumatera. Saat itu yang berkuasa di Arab adalah Bani Abbasiyah, di Jawa ada Kerajaan Kediri, sedangkan Sumatera dikuasai Kerajaan Sriwijaya.

Awal Masa Kerajaan Kediri

Awal-awal masa Kerajaan Panjalu atau Kadiri tidak banyak diketahui. Tidak banyak cerita yang tersurat pada masa itu, hanya dari Prasasti Turun Hyang II (1044 M) yang diterbitkan kerajaan Janggala hanya menyebutkan adanya perang saudara antara dua kerajaan sepeninggal raja Airlangga.
Airlangga merupakan raja Medang Kamulan yang memindahkan pusat pemerintahannya ke Kahuripan. Pada tahun 1041, Airlangga membagi kerajaannya menjadi dua kerajaan, yakni kerajaan Jenggala (Kahuripan) dan Panjalu (Kediri). Kedua kerajaan ini dipisahkan oleh Gunung Kawi dan sungai Brantas.
Pembagian dua kerajaan ini dikisahkan dalam prasasti Mahasukbya, serat Calon Arang, dan kitab Negarakertagama. Kerajaan Jenggala meliputi daerah Malang dan delta sungai Brantas dengan pelabuhannya Surabaya, Rembang, dan Pasuruhan dan ibukotanya Kahuripan. Sementara Panjalu yang kemudian dikenal dengan nama Kediri meliputi Kediri, Madiun, dan ibu kotanya Daha. Dari catatan beberapa prasasti-prasasti yang ditemukan masing-masing kerajaan saling merasa berhak atas seluruh tahta Airlangga sehingga terjadilah peperangan.

Selama 60 tahun peperangan antara Panjalu dan Jenggala terus terjadi, hingga munculnya nama Raja Bameswara (1116-1135) dari Kediri. Pada masa Raja Bameswara inilah ibukota Panjalu dipindahkan dari Daha ke Kediri, sehingga Panjalu lebih dikenal dengan nama Kediri.
Pada awal perang saudara antara Jenggala dan Panjalu, dimenangkan oleh Jenggala, namun pada perkembangannya Panjalu atau Kedirilah yang bisa menguasai seluruh tahta Airlangga.
Sejarah Kerajaan Panjalu mulai diketahui dengan adanya prasasti Sirah Keting tahun 1104 atas nama Sri Jayawarsa. Raja-raja sebelum Sri Jayawarsa tidak diketahui, sedangkan urutan raja-raja sesudah Sri Jayawarsa dapat diketahui dengan jelas berdasarkan prasasti-prasasti yang ditemukan.
Kerajaan Panjalu di bawah pemerintahan Sri Jayabhaya berhasil menaklukkan Kerajaan Janggala dengan semboyannya yang terkenal dalam prasasti Ngantang (1135), yaitu Panjalu Jayati, atau Panjalu Menang.

Baca Juga: Perlawanan Daerah di Nusantara Terhadap Kolonial Belanda



a. Kehidupan politik

Dalam persaingan antara Panjalu dan Kediri, ternyata Kediri yang unggul dan menjadi kerajaan yang besar kekuasaannya. Raja terbesar dari Kerajaan Kediri adalah Jayabaya (1135–1157). Jayabaya ingin mengembalikan kejayaan seperti masa Airlangga dan berhasil. Panjalu dan Jenggala dapat bersatu kembali. Lencana kerajaan memakai simbol Garuda Mukha simbol Airlangga. Pada masa pemerintahannya kesusastraan diperhatikan. Empu Sedah dan Empu Panuluh menggubah karya sastra kitab Bharatayudha yang menggambarkan peperangan antara Pendawa dan Kurawa yang untuk menggambarkan peperangan antara Jenggala dan Kediri. Empu Panuluh juga menggubah kakawin Hariwangsa dan Gatotkacasraya. Jayabaya juga terkenal sebagai pujangga yang ahli meramal kejadian masa depan, terutama yang akan menimpa tanah Jawa. Ramalannya terkenal dengan istilah “Jangka Jayabaya". Raja Kediri yang juga memperhatikan kesusastraan ialah Kameswara.
Empu Tan Akung menulis kitab Wartasancaya dan Lubdaka, sedangkan Empu Dharmaja menulis kitab Smaradahana. Di dalam kiitab Smaradahana ini Kameswara dipuji-puji sebagai titisan Kamajaya, permaisurinya ialah Sri Kirana atau putri Candrakirana. Raja Kediri yang terakhir ialah Kertajaya yang pada tahun 1222 kekuasaannya dihancurkan oleh Ken Arok sehingga berakhirlah Kerajaan Kediri dan muncul Kerajaan Singasari.


b. Kehidupan Sosial Ekonomi

Pada masa Kejayaan Kediri, perhatian raja terhadap kehidupan sosial ekonomi rakyat juga besar. Hal ini dapat dibuktikan dengan karya-karya sastra saat itu, yang mencerminkan kehidupan sosial ekonomi masyarakat saat itu. Di antaranya kitab Lubdaka yang berisi ajaran moral bahwa tinggi rendahnya martabat manusia tidak diukur berdasarkan asal dan kedudukan, melainkan berdasarkan kelakukannya.


c. Kehidupan Kebudayaan, Khususnya Sastra

Di bidang kebudayaan, khususnya sastra, masa Kahuripan dan Kediri berkembang pesat, antara lain sebagai berikut.

  1. Pada masa Dharmawangsa berhasil disadur kitab Mahabarata ke dalam bahasa Jawa Kuno yang disebut kitab Wirataparwa. Selain itu juga disusun kitab hukum yang bernama Siwasasana.
  2. Di zaman Airlangga disusun kitab Arjuna Wiwaha karya Empu Kanwa.
  3. Masa Jayabaya berhasil digubah kitab Bharatayudha oleh Empu Sedah dan Empu Panuluh. Di samping itu, Empu Panuluh juga menulis kitab Hariwangsa dan Gatotkacasraya.
  4. Masa Kameswara berhasil ditulis kitab Smaradhahana oleh Empu Dharmaja. Kitab Lubdaka dan Wertasancaya oleh Empu Tan Akung.



d.Raja Raja Kerajaan Kediri
Berikut ini adalah daftar nama dari raja raja yang pernah memerintah di Daha, ibu kota dari Kediri.
  • Airlangga [Daha Masih Ibu Kota Utuh]
Pendiri dari Kota Daha yang merupakan pindahan Kota Kahuripan dan saat turun tahta tahun 1042, kerajaan dibagi menjadi 2 dan Daha menjadi ibu kota Kerajaan wilayah Barat yakni Panjalu. Menurut Nagarakretagama, kerajaan yang dipimpin Airlangga sebelum dibagi menjadi dua memiliki nama Panjalu.
  • Sri Samarawijaya [Daha Menjadi Ibu Kota Panjalu]
Sri Samarawijaya adalah salah satu putra Airlangga yang namanya ditemukan pada Prasasti Pamwatan tahun 1042.
  • Sri Jayawarsa
Berdasarkan Prasasti Sirah Keting tahun 1104, namun tidak diketahui apa merupakan pengganti Sri Samarawijaya atau tidak. Dalam masa pemerintahannya, Jayawarsa memberikan hadiah untuk rakyat desa sebagai wujud penghargaan sebab rakyat sudah berjasa pada raja. Dalam prasasti tersebut terlihat jika Raja Jayawarsa memiliki perhatian besar pada rakyat dan ingin membuat rakyatnya sejahtera.
  • Sri Bameswara
Berdasarkan Prasasti Padelegan I tahun 1117, Prasasti Panumbangan tahun 1120 dan juga Prasasti Tangkilan tahun 1130. Prasasti tersebut lebih membahas tentang masalah seputar keagamaan.
  • Sri Jayabhaya
Raja terbesar Kerajaan Panjalu dari prasasti Ngantang tahun 1135, Prasasti Talan tahun 1136 serta Kakawin Bharatayuddha tahun 1157. Kerajaan Kediri mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Prabu Jayabhaya dan strateginya untuk membuat masyarakat makmur memang mengagumkan. Kerajaan yang beribu kota di Dahono Puro, di bawah kaki Gunung Kelud tersebut memiliki tanah yang subur sehingga berbagai tanaman bisa tumbuh dengan baik. Hasil pertanian serta perkebunan sangat berlimpah dan dibagian tengah kota membelah aliran Sungai Brantas yang sangat jernih dan menjadi tempat hidup banyak jenis ikan, sehingga makanan sumber protein bisa tercukupi. Dukungan spiritual dan juga material yang diberikan Prabu Jayabhaya juga banyak serta sifat merakyat dan tujuan yang jauh ke depan membuat Prabu Jayabhaya dikenal sepanjang masa.
  • Sri Aryeswara
Berdasarkan Prasasti Angin tahun 1171. Sri Aryeswara adalah raja Kediri yang mempinpin pemerintahan sekitar tahun 1171 dan nama gelar abhiseknya adalah Sri Maharaja Rake Hino Sri Aryeswara Madhusudanawatara Arijamuka. Namun, tidak diketahui dengan pasti waktu Sri Aryeswara naik tahta dan peninggalan sejarahnya yakni prasasti Angin tanggal 23 Maret 1171. Lambang Kerajaan Kediri pada masa tersebut adalah Ganesha dan Sri Aryeswara juga tidak diketahui kapan masa pemerintahannya berakhir.
  • Sri Ganda
Berdasarjan Prasasti Jaring tahun 1181. Pemakaian nama hewan pada pangkat seperti nama gajah, tikus dan kerbau dimana nama-nama itu memperlihatkan tinggi atau rendahnya pangkat orang dalam istana.
  • Sri Sarwaswera
Bisa dilihat dari prasasti Padelegan II tahun 1159 serta Prasasti Kahyunan tahun 1161. Sri Sarwswera merupakan raja yang taat dalam beragama serta berbudaya dan memegang teguh prinsip “tat wam asi”, yang berarti “dikaulah itu, dikaulah (semua) itu, semua makhluk adalah engkau”. Prabu Sri Sarwaswera berpendapat jika tujuan hidup akhir manusia merupakan moksa yakni pemanunggalan jiwatma dengan paramatma dan jalan kebenaran merupakan suatu jalan untuk kesatuan sehingga yang menghalangi kesatuan adalah hal tidak baik.
  • Sri Kameswara
Berdasarkan Prasasti Ceker tahun 1182 serta Kakawin Smaradahana. Pada masa pemerintahannya dari tahun 1182 sampai dengan 1185 Masehi, terjadi perkembangan pesat dalam sastra seperti Mpu Dharmaja yang membuat Kitab Smaradhana dan juga dikenal dengan beberapa cerita Panji seperti cerita Panji Semirang.
  • Sri Kertajaya
Berdasarkan Prasasti Galunggung tahun 1194, Prasasti Kamulan tahun 1194, Prasasti Palah tahun 1197, Prasasti Wates Kulon tahun 1205, Negarakretagama serta Pararaton. Raja Kertajaya dikenal dengan nama Dandang Gendis dan pada masa pemerintahannya, Kerajaan mulai mengalami penurunan yang disebabkan karena Kertajaya mengurangi hak dari kaum Brahmana. Keadaan tersebut lalu ditentang kaum Brahmana dan kedudukan mereka semakin tidak aman lalu banyak dari mereka yang lari dan minta pertolongan pada Tumapel yang pada saat itu diperintah Ken Arok. Raja Kertajaya lalu menyiapkan pasukan untuk menyerang Tumapel, sedangkan Ken Arok memberikan dukungan untuk kaum Brahmana dalam melakukan serangan ke Kerajaan kediri dan kedua pasukan tersebut bertemu di dekat Ganter tahun 1222 Masehi.
Berikut ini adalah nama raja raja saat Daha ada di bawah Singasari, kerajaan Panjalu runtuh pada tahun 1222 kemudian menjadi bawahan Singasari dan nama raja raja tersebut diketahui dari Prasasti Mula Malurung.
  • Mahisa Wunga Telang: Putra dari Ken Arok
  • Guningbhaya: Adik Mahisa Wunga Teleng
  • Tohjaya: Kakak dari Guningbhaya
  • Kertanagara: Cucu Mahisa Wunga Teleng [pihak ibu] dan menjadi raja Singasari
  • Jayakatwang: Keturunan Kertajaya yang merupakan Bupati Gelang Gelang dimana pada tahun 1292 melakukan pemberontakan sehingga runtuh Kerajaan Singasari dan ia membangun Kerajaan Kediri namun tahun 1293 dikalahkan Raden Wijaya pendiri Majapahit.


Lencana Kerajaan Kediri

Setiap Kerajaan di Nusantara mempunyai lencana yang menunjukkan lambang kekuasaan dan di masa Kerajaan Kediri, masing-masing raja mempunyai lencana yang berbeda dengan arti serta pesan dari jati diri penguasa tersebut. Ada 7 buah lencana yang bisa di deteksi dan setiap lencana mewakilkan kekuasaan raja.
1. Lencana pertama Garudmukhalancana
Dengan gambar burung garuda, dimana sebelum NKRI memakai lambang garuda, Raja Airlangga yang merupakan pendiri dari Kerajaan Kediri Panjalu sudah memakai garuda sebagai lambang lecananya. Setiap prasasti dai Airlangga selalu dibubuhkan stempel Garudmukhalancana tersebut di bagian salah satu mulut Gua Selomangleng Kediri dan sampai sekarang relief tersebut masih bisa dilihat.
2. Lencana kedua Bamecwaralancana
Dengan lambang tengkorak mengigit bulan sabit yang dipakai sebagai lencana Cri Maharaja Cri Bamecwara Sakalabuanatustijarana Sarwwaniwaryyawiryya Parakrama Digjayotunggadewa.
3. Lencana ketiga Jayabhayalancana
Dengan tanda satu avatara Dewa Wisnu yakni Narasinghavatara berwujud manusia kepala singa yang sedang mencabik perut Hiranyakasipu [Raja Raksasa]. Pada lencana tersebut terdapat tulisan Panjalu Jayati yang saat ini bentuknya sudah sulit untuk dikenali dan di simpan di Museum Nasional Jakarta.
4. Lencana keempat Sarwwecwaralancana
Digunakan oleh Cri Maharaja Rakai Sirikan Cri Sarwwecwara Janarddhanawatara Wijayagrajasama Singhanadaniwaryyawiryya Parakrama Digjayatungga-dewanama. Jika dilihat, pada lencana tersebut seperti 9 buah sayap dan pada bagian ujung ada lingkaran berjambul yang dikelilingi 3 lingkaran bergaris.
5. Lencana kelima Aryyecwaralancana
Dengan lambang Ganesha yang dipakai Cri Maharaja Rakai Hino Cri Aryyecwara Madhusudanawatarijaya Mukha, Sakalanhuana tustikarana niwaryya Parakramotunggadewanama.
6. Lencana keenam Kamecwaralancana
Dengan gambar kerang bersayap dan dipakai oleh Cri Maharaja Cri Kamecwara Triwikramawatara Aniwaryyawirya Parakrama Digjayotunggadewanama.
7. Lencana ketujuh Crnggalancana
Dipakai oleh Cri Maharaja Cri Carwwecwara Triwikamawatara Nindita Cringgalancana Digjayotunggadewa atau Kertajaya yang merupakan raja terakhir Kerajaan Panjalu. 

Kehidupan Beragama Masyarakat Kediri
Corak kehidupan beragama pada masa Kerajaan Kediri yang terlihat dari peninggalan arkeologi seperti Candi Gurah serta Candi Tondo Wongso memperlihatkan latar belakang keagaamaan Hindu terutama Siwa. Sedangkan petirtaan Kepung juga kemungkinan besar memiliki sifat Hindu sebab tidak terlihat unsur Budhisme pada beberapa bangunan peninggalan sejarah tersebut. Pada beberapa prasasti disebutkan jika nama Abhiseka raja memiliki arti penjelmaan Wisnu. Akan tetapi ini tidak bisa secara langsung digunakan untuk membuktikan jika Wisnuisme memang berkembang pada masa tersebut, karena landasan filosofis yang terkenal di Jawa pada masa tersebut beranggapan jika Raja Saa serta Dewa Wisnu merupakan pelindung rakyat, Kerajaan atau dunia. Jika dilihat secara luas, agama Hindu terutama pemujaan Siwa sangat mendominasi perkembangan agama pada masa Kerajaan Kediri dan ini bisa terlihat dari beberapa penemuan prasasti, arca dan juga karya sastra Jawa kuno.




Masa Keruntuhan Kerajaan Kediri

Kerajaan Kediri atau yang disebut juga sebagai Kerajaan Panjalu mulai mengalami kemunduran pada masa pemerintahan Kertajaya dengan sebutannya yaitu Dandang Gendis.Hal tersebut juga telah dikisahkan di dalam ”Pararaton” dan ”Nagarakretagama”.Di tahun 1222, Kertajaya mengalami perselisihan dengan kaum brahmana. Sebab, hak-hak dari kaum brahmana ditiadakan, sehingga membuat keberadaan kaum brahmana menjadi tidak aman.Kemudian, kaum brahmana banyak yang melarikan diri dan meminta bantuan kepada Tumapel yang pada waktu itu diperintahkan oleh Ken Arok.
Hal tersebut diketahui oleh Kertajaya, sehingga ia mengirim pasukannya untuk melakukan penyerangan kepada Tumapel.Sedangakn, Tumapel pada saat itu mendapatkan dukungan penuh dari kaum brahmana untuk melakukan serangan balik ke Kerajaan Kediri.Kemudian, kedua pasukan kerajaan tersebut bertemu di ekat Genter , sekitar Malang pada tahun 1222 M. Dan perlawanan dimenangkan oleh pihak Ken Arok. Namun, Raja Kertajaya berhasil meloloskan diri.Dengan demikianlah, akhir dari kekuasaan Kerajaan Kediri. Dan pada akhirnya Kerajaan Kediri menjadi daerah kekuasaan Kerajaan Tumapel. Kemudian berdirilah Kerajaan Singasari dengan Ken Arok sebagai raja pertamanya.

Sumber Sejarah Kerajaan Kediri

Sumber sejarah kerajaan Kediri bisa kita telusuri dari berbagai prasasti dan juga berita asing yang dapat kita jumpai hingga sekarang, diantaranya sebagai berikut:
  1. Prasasti Banjaran bertuliskan angka tahun 1052 M yang menceritakan kemenangan Panjalu  atas Jenggala.
  2. Prasasti Hantang bertuliskan angka tahun 1052 M yang menceritakan Panjalu pada masa Jayabaya.
  3. Prasasti Sirah Keting (1104 M), berisi cerita mengenai pemberian hadiah tanah kepada rakyat desa oleh raja Jayawarsa.
  4. Prasasti lain yang ditemukan di Tulungagung dan Kertosono berisi masalah keagamaan, yang dikeluarkan oleh raja Bameswara.
  5. Prasasti Ngantang (1135M), menceritakan raja Jayabaya  telah memberikan hadiah kepada rakyat desa Ngantang sebidang tanah yang bebas pajak.
  6. Prasasti Jaring (1181M), dikeluarkan oelh raja Gandra yang menceritakan sejumlah nama pejabat dengan penggunaan nama hewan seperi Kebo Waruga dan Tikus Jinada.
  7. Prasasti Kamulan (1194M) , menceritakan waktu pemerintahan Kertajaya yang berhasil mengalahkan musuh yang telah memusuhi istana Katang-Katang.
  8. Candi Penataran: Candi ini merupakan candi termegah dan terluas yang ada di Jawa Timur dan berada di lereng barat daya Gunung Kelud, di sebelah utara Blitar, pada ketinggian 450 meter dpl. Di perkirakan, candi ini telah dibangun pada masa pemerintahan Raja Srengga sekitar tahun 1200 M dan berlanjut hingga masa pemerintahan Wikramawardhana yang merupakan raja dari Kerajaan Majapahit sekitar tahun 1415.
  9. Candi Gurah : Candi Gurah berada di kecamatan di Kediri, Jawa Timur. Di tahun 1957 juga pernah ditemukan sebuah candi yang dinamakan Candi Gurah yang jaraknya kurang lebih 2 km dari Situs Tondowongso. Namun sayang, akibat kekurangan dana, candi tersebut dikubur kembali.
  10. Candi Tondowongso: merupakan situs purbakala yang telah ditemukan pada awal tahun 2007 di Dusun Tondowongso, Kediri, Jawa Timur. Situs ini memiliki luas lebih dari satu hektare dan dianggap sebagai penemuan terbesar untuk periode klasik sejarah Indonesia dalam 30 tahun terakhir (semenjak penemuan di Kompleks Percandian Batujaya). Dan pada kenyataannya di tahun 1957, seorang profesor yang bernama Prof.Soekmono juga pernah menemukan satu arca dilokasi ini. Awal penemuan situs ini dari penemuan sejumlah arca oleh sejumlah perajin batu bata setempat. Situs ini dipercayai merupakan peninggalan masa Kerajaan Kediri pada awal abad XI, waktu awal perpindahan pusat politik dari kawasan Jawa Tengah ke Jawa Timur berdasarkan bentuk dan gaya tatanan arcanya. Selama ini, Kerajaan Kediri hanya dikenal beradasarkan karya sastranya saja, namun belum banyak diketahui peninggalannya baik dalam bentuk bangunan atau hasil pahatan.
  11. Arca Buddha Vajrasattva: Arca Buddha Vajrasattva berasa dari zaman Kerajaan Kediri pada abad X/XI. Serta sekarang menjadi Koleksi Museum für Indische Kunst, Berlin-Dahlem, Jerman.
  12. Prasasti Galunggung: Prasasti Galunggung mempunyai tinggi sekitar 160 cm, dengan lebar atas 80 cm, dan lebar bawah sepanjang 75 cm. Prasasti ini berada di Rejotangan, Tulungagung. Prasasti ini dikelilingi  oleh  tulisan yang menggunakan huruf Jawa kuno dengan penulisan yang sangat rapi. Jumlah total tulisan terdapat 20 baris yang masih dapat dilihat dengan jelas. Sementara di sisi lain prasasti, beberapa bagian hurufnya telah hilang lantaran rusak dimakan oleh usia. Di sisi depan, terdapat sebuah lambang dengan bentuk lingkaran. Di tengah lingkaran tersebut terdapat gambar persegi panjang dengan beberapa logo. Tertulis juga angka 1123 C di salah satu bagian prasasti.
  13. Candi Tuban: Di temuakan pada tahun 1967, saat gelombang tragedi 1965 yang melanda Tulungagung. Aksi Ikonoklastik, yakni aksi menghancurkan ikon-ikon kebudayaan serta benda yang dianggap berhala terjadi. Candi Mirigambar luput dari pengrusakan sebaba terdapat petinggi desa yang melarang untuk merusak candi ini serta kawasan candi yang dianggap angker.Massa pun beralih menuju Candi Tuban, penamaan candi letaknya yang ada di Dukuh Tuban, Desa Domasan, Kecamatan Kalidawir, Kabupaten Tulungagung. Candi ini berada di sekitar 500 meter dari lokasi Candi Mirigambar. Namun, Candi Tuban hanya tersisa kaki candinya saja. Seusai dirusak, candi ini kemudian dipendam dan saat ini pada bagian atas candi telah berdiri kandang kambing, ayam dan bebek. Menurut pendapat dari Pak Suyoto, jika warga setempat mau menggalinya, maka kira-kira setengah hingga satu meter dari dalam tanah, pondasi Candi Tuban bisa terungkap dan relatif masih utuh. Pengrusakan atas Candi Tuban juga didasarkan pada legenda bahwa Candi Tuban yang mengisahkan tokoh laki-laki bernama Aryo Damar, yang di dalam legenda Angling Dharma meneybutkan jika tokoh tersebut dihancurkan, maka dapat dianggap sebagai sebuah kemenangan.
  14. Prasasti Panumbangan: Di tanggal 2 Agustus tahun 1120 Maharaja Bameswara membuat prasasti Panumbangan mengenai permohonan penduduk dari desa Panumbangan supaya piagam mereka yang tertulis di atas daun lontar kemudian ditulis kembali di atas batu. Prasasti itu berisi mengenai penetapan desa Panumbangan sebagai sima swatantra pada raja sebelumnya yang telah dimakamkan di Gajapada. Raja sebelumnya yang disebutkan dalam prasasti ini diyakini adalah Sri Jayawarsa.
  15. Prasasti Talan: Prasasti Talan atau juga disebut Prasasti Munggut berada di Dusun Gurit, Kabupaten Blitar. Prasasti ini bertulisakan angka tahun 1058 Saka atau tahun 1136 Masehi. Cap prasasti ini merupakan bentuk dari Garudhamukalancanadi sisi atas prasasti dalam badan manusia dengan bentuk kepala seperti burung garuda serta bersayap. Isi prasasti ini bersamaan dengan anugerah sima kepada Desa Talan yang juga termasuk ke dalam wilayah Panumbangan memperlihatkan sebuah prasasti di atas daun lontar dengan cap kerajaan Garudamukha yang sudah mereka dapatkan dari Bhatara Guru di tahun 961 Saka tepatnya pada tanggal 27 Januari 1040 Masehi serta menetapkan daerah Desa Talan sebagai sima yang bebas dari kewajiban iuran pajak sehingga mereka memohon supaya prasasti tersebut dapat dipindahkan diatas batu dengan cap kerajaan Narasingha. Raja Jayabaya kemudian mengabulkan permintaan rakyat Talan sebab kesetiaannya terhadap raja serta menambah anugerah berupa berbagai hak istimewa.

 

Peninggalan Kitab Kerajaan Kediri

Seperti yang kita ketahui, Pada masa Kerajaan Kediri berlangusng, perkembangan karya sastra sangatlah pesat, sehingga terdapat banyak sekali karya sastra yang dihasilkan. Karya sastra peninggalan Kerajaan Kediri diantaranya sebagai berikut:
  • Kitab Wertasancaya karangan dari Empu Tan Akung yang berisi mengani petunjuk mengenai cara pembuatan syair yang baik.
  • Kitab Smaradhahana merupakan gubahan oleh Empu Dharmaja yang berisi pujian untuk raja sebagai titisan Dewa Kama. Kitab ini juga menjelaskan mengenai nama ibu kota kerajaannya ialah Dahana.
  • Kitab Lubdaka merupakan karangan Empu Tan Akung yang berisi mengenai kisah Lubdaka sebagai seorang pemburu yang semestinya masuk neraka. Sebab pemujaannya yang istimewa, ia kemudian ditolong oleh dewa serta rohnya diangkat ke surga.
  • Kitab Kresnayana merupakan karangan dari Empu Triguna yang berisi mengenai riwayat Kresna sebagai anak nakal, namun ia dikasihi semua orang sebab kerap menolong dan juga memiliki kesaktian.
  • Kitab Samanasantaka merupakan karangan dari Empu Monaguna yang menceritakan Bidadari Harini yang terkenal kepada Begawan Trenawindu.
  • Kitab Baharatayuda meruapakan gubahan dari Empu Sedah dan juga Empu Panuluh.
  • Kitab Gatotkacasraya dan Kitab Hariwangsa yang merupakan gubahan dari Empu Panuluh.

Baca Juga: Munculnya Nasionalisme Asia dan Munculnya Pergerakan Nasional Indonesia



Penelusuran yang terkait dengan Kerajaan Kediri

  • peninggalan kerajaan kediri
  • masa kejayaan kerajaan kediri
  • makalah kerajaan kediri
  • sumber sejarah kerajaan kediri
  • kehidupan politik kerajaan kediri
  • silsilah kerajaan kediri
  • berdirinya kerajaan kediri
  • prasasti kerajaan kediri



Daftar Pustaka:
  • Ari Listiyani, Dwi. 2009. Sejarah untuk kelas X. Jakarta. Erlangga. J.Sumardianta. 2007. Sejarah untuk SMA/MA kelas X. Jakarta. Erlangga

Post a Comment for "Kerajaan Kediri Meliputi Awal Masa Kerajaan Kediri, Raja Raja Kerajaan Kediri dan Peningalan - Pelinggalanya Seacara Lengkap"