Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Lahirnya Pergerakan Nasional Indonesia dan Asas Perhimpunan Indonesia sebagai Manifesto Politik Pergerakan Nasional

1. Pengertian dan Latar Belakang Lahirnya Pergerakan Nasional Indonesia

Pergerakan nasional Indonesia mempunyai pengertian sebagai berikut.

a. Pergerakan
Maksud dari "pergerakan" di sini meliputi segala macam aksi dengan mengggunakan "organisasi modern" untuk menentang penjajahan dan mencapai kemerdekaan. Dengan organisasi ini menunjuk bahwa aksi tersebut disusun secara teratur dalam arti ada pemimpinnya, anggota, dasar dan, tujuan yang ingin dicapai. Penggunaan organisasi modern ini menunjukkan adanya perbedaan dengan upaya melawan penjajah sebelum tahun 1908.

b Nasional
Istilah "nasional" menunjuk sifat dari pergerakan, yakni semua aksi dengan organisasi modern yang mencakup semua aspek kehidupan, seperti ekonomi, sosial, politik, budaya dan kultural dengan tujuan yang sama, yakni melawan penjajahan untuk digantikan dengan kekuasaan yang dipegang oleh bangsa Indonesia sendiri. Istilah ”nasional” dalam hal ini oleh Sartono Kartodirdjo (1990) diartikan sebagai kata sifat dari suatu "nation" yang menunjukkan kumpulan individu-individu yang disatukan oleh ikatan politik, bahasa, kultural, dan sebagainya.

 

c. Indonesia
Nama "Indonesia" yang digunakan berfungsi sebagai simbolis di dalamsejarah pergerakan nasional dan dengan makin majunya pergerakan nasional, maka sebutan "Indonesia" merupakan keharusan. Berdasarkan keterangan tersebut dapat dimengerti bahwa sejarah pergerakan nasional adalah bagian dari sejarah Indonesia yang meliputi periode sekitar 40 tahun yang dimulai sejak lahirnya Budi Utomo ( BU) sebagai organisasi nasional yang pertama sampai dengan terbentuknya bangsa Indonesia 1945 yang ditandai oleh
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.  Tidak dapat dipungkiri bahwa sejarah pergerakan nasional sebagai
fenomena historis adalah hasil dari perkembangan faktor ekonomi, sosial, politik, kultural, dan religius dan di antara faktor-faktor itu saling terjadi interelasi. Sejarah pergerakan nasional yang dimulai dari berdirinya Budi
Utomo (BU) sampai dengan tercapainya kemerdekaan 1945 dapat dibagi menjadi beberapa masa, seperti berikut.
  1. Masa Awal Perkembangan, yang ditandai dengan berdirinya oraginisasi seperti Budi Utomo (BU), Sarekat Islam (SI), dan Indische Partij (IP).
  2. Masa Radikal, ditandai dengan berdirinya Partai Komunis Indonesia (PKI), Partai Nasional Indonesia (PNI) dan Perhimpunan Indonesia (IP).
  3. Masa Bertahan, ditandai dengan berdirinya Fraksi Nasional, Petisi Sutardjo, dan Gabungan Politik Indonesia (GAPI).

2. Latar Belakang

Lahirnya pegerakan pasional Indonesia tidak terlepas dari peristiwa-peristiwa
di Benua Asia saat itu.
a. Faktor Intern
  1. Adanya penjajahan yang mengakibatkan penderitaan dan kesengsaraan sehingga menimbulkan tekad untuk menentangnya.
  2. Adanya kenangan akan kejayaan masa lampau, seperti zaman Sriwijaya dan Majapahit.
  3. Munculnya kaum intelektual yang kemudian menjadi pemimpin pergerakan nasional.
b. Faktor Ekstern
  1. Adanya All Indian National Congress 1885 dan Gandhiisme di India.
  2. Adanya Gerakan Turki Muda 1908 di Turki.
c. Adanya kemenangan Jepang atas Rusia (1905) menyadarkan dan membangkitkan bangsa-bangsa Asia untuk melawan bangsa-bangsa Barat.
d. Munculnya paham-paham baru di Eropa dan Amerika yang masuk ke Indonesia, seperti liberalisme, demokrasi, dan nasionalisme mempercepat timbulnya nasionalisme Indonesia.


3. Bentuk dan Strategi Organisasi Pergerakan Nasional


a. Budi Utomo (BU)
Organisasi Budi Utomo (BU) didirikan pada tanggal 20 Mei 1908 oleh para mahasiswa STOVIA di Batavia dengan Sutomo sebagai ketuanya. Terbentuknya organisasi tersebut atas ide dr. Wahidin Sudirohusodo yang
sebelumnya telah berkeliling Jawa untuk menawarkan idenya membentuk Studiefounds. Gagasan Studiesfounds bertujuan untuk menghimpun dana guna memberikan beasiswa bagi pelajar yang berprestasi, namun tidak mampu melanjutnya studinya. Gagasan itu tidak terwujud, tetapi gagasan itu melahirkan BU. Tujuan BU adalah memajukan pengajaran dan kebudayaan. Tujuan tersebut ingin dicapai dengan usaha-usaha sebagai berikut:
  1.  memajukan pengajaran;
  2. memajukan pertanian, peternakan dan perdagangan;
  3. memajukan teknik dan industri
  4. menghidupkan kembali kebudayaan.
Dilihat dari tujuannya, BU bukan merupakan organisasi politik melainkan merupakan organisasi pelajar dengan pelajar STOVIA sebagai intinya. Sampai menjelang kongresnya yang pertama di Yogyakarta telah berdiri tujuh cabang BU, yakni di Batavia, Bogor, Bandung, Magelang, Yogyakarta, Surabaya, dan Ponorogo. Untuk mengonsolidasi diri (dengan dihadiri 7 cabangnya), BU mengadakan kongres yang pertama di Yogyakarta pada tanggal 3-5 Oktober 1908. Kongres memutuskan hal-hal sebagai berikut.
  1.  BU tidak ikut dalam mengadakan kegiatan politik.
  2. Kegiatan BU terutama ditujukan pada bidang pendidikan dan kebudayaan.
  3. Ruang gerak BU terbatas pada daerah Jawa dan Madura.
  4. Memilih R.T. Tirtokusumo, Bupati Karanganyar sebagai ketua.
  5. Yogyakarta ditetapkan sebagai pusat organisasi.
Sampai dengan akhir tahun 1909, telah berdiri 40 cabang BU dengan jumlah anggota mencapai 10.000 orang. Akan tetapi, dengan adanya kongres tersebut tampaknya terjadi pergeseran pimpinan dari generasi muda ke generasi tua. Banyak anggota muda yang menyingkir dari barisan depan, dan anggota BU kebanyakan dari golongan priayi dan pegawai negeri. Dengan demikian, sifat protonasionalisme dari para pemimpin yang tampak pada awal berdirinya BU terdesak ke belakang. Strategi perjuangan BU pada dasarnya bersifat kooperatif. Mulai tahun 1912 dengan tampilnya Notodirjo sebagai ketua menggantikan
R.T. Notokusumo, BU ingin mengejar ketinggalannya. Akan tetapi, hasilnya tidak begitu besar karena pada saat itu telah muncul organisasi-organisasi nasional lainnya, seperti Sarekat Islam (SI) dan Indiche Partij (IP). Namun demikian, BU tetap mempunyai andil dan jasa yang besar dalam sejarah pergerakan nasional, yakni telah membuka jalan dan memelopori gerakan kebangsaan Indonesia. Itulah sebabnya tanggal 20 Mei ditetapkan sebagai hari Kebangkitan Nasional yang kita peringati setiap tahun hingga sekarang.

2. Sarekat Islam (SI)
Tiga tahun setelah berdirinya BU, yakni tahun 1911 berdirilah Sarekat Dagang Islam ( SDI ) di Solo
oleh H. Samanhudi, seorang pedagang batik dari Laweyan Solo. Organisasi SDI berdasar pada dua hal berikut ini.
  • Agama Islam.
  • Ekonomi, yakni untuk memperkuat diri dari pedagang Cina yang berperan sebagai leveransir (seperti kain putih, malam, dan sebagainya).
Atas prakarsa H.O.S. Cokroaminoto, nama SDI kemudian diubah menjadi Sarekat Islam ( SI ), dengan tujuan untuk memperluas anggota sehingga tidak hanya terbatas pada pedagang saja. Berdasarkan Akte Notaris pada tanggal 10 September 1912, ditetapkan tujuan SI sebagai berikut:
  1.  memajukan perdagangan;
  2. membantu para anggotanya yang mengalami kesulitan dalam bidang usaha (permodalan);
  3.  memajukan kepentingan rohani dan jasmani penduduk asli;
  4. memajukan kehidupan agama Islam.
Melihat tujuannya tidak tampak adanya kegiatan politik. Akan tetapi, SI dengan gigih selalu memperjuangkan keadilan dan kebenaran terhadap penindasan dan pemerasan oleh pemerintah kolonial. Dengan demikian, di samping tujuan ekonomi juga ditekankan adanya saling membantu di antara anggota. Itulah sebabnya dalam waktu singkat, SI berkembang menjadi anggota massa yang pertama di Indonesia. SI merupakan gerakan nasionalis, demokratis dan ekonomis, serta berasaskan Islam dengan haluan kooperatif. Mengingat perkembangan SI yang begitu pesat maka timbullah kekhawatiran dari pihak Gubernur Jenderal Indenberg sehingga permohonan SI sebagai organisasi nasional yang berbadan hukum ditolak dan hanya diperbolehkan berdiri secara lokal. Pada tahun 1914 telah berdiri 56 SI lokal yang diakui sebagai badan hukum. 

Pada tahun 1915 berdirilah Central Sarekat Islam (CSI) yang berkedudukan di Surabaya. Tugasnya ialah membantu menuju kemajuan dan kerja sama antarSI lokal. Pada tanggal 17–24 Juni 1916 diadakan Kongres SI Nasional Pertama di Bandung yang dihadiri oleh 80 SI lokal dengan anggota 360.000 orang
anggota. Dalam kongres tersebut telah disepakati istilah "nasional", dimaksudkan bahwa SI menghendaki persatuan dari seluruh lapisan masyarakat Indonesia menjadi satu bangsa. Sifat SI yang demokratis dan berani serta berjuang terhadap kapitalisme untuk kepentingan rakyat kecil sangat menarik perhatian kaum sosialis kiri yang tergabung dalam Indische Social Democratische Vereeniging (ISDV) pimpinan Sneevliet (Belanda), Semaun, Darsono, Tan Malaka, dan Alimin (Indonesia). Itulah sebabnya dalam perkembangannya SI pecah menjadi dua kelompok berikut ini.
  1. Kelompok nasionalis religius ( nasionalis keagamaan) yang dikenal dengan SI Putih dengan asas perjuangan Islam di bawah pimpinan H.O.S. Cokroaminoto.
  2. Kelompok ekonomi dogmatis yang dikenal dengan nama SI Merah dengan haluan sosialis kiri di bawah pimpinan Semaun dan Darsono.
c. Indische Partij (IP)
Indische Partij (IP) didirikan di Bandung pada tanggal 25 Desember 1912 oleh Tiga Serangkai, yakni Douwes Dekker (Setyabudi Danudirjo), dr. Cipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara).

Organisasi ini mempunyai citacita untuk menyatukan semua golongan yang ada di Indonesia, baik golongan Indonesia asli maupun golongan Indo, Cina, Arab, dan sebagainya. Mereka akan dipadukan dalam kesatuan bangsa dengan membutuhkan semangat nasionalisme Indonesia. Cita-cita IP banyak disebar luaskan melalui surat kabar De Expres. Di samping itu juga disusun program kerja sebagai berikut:
  1.  meresapkan cita-cita nasional Hindia (Indonesia).
  2. memberantas kesombongan sosial dalam pergaulan, baik di bidang pemerintahan, maupun kemasyarakatan.
  3.  memberantas usaha-usaha yang membangkitkan kebencian antara agama yang satu dengan yang lain.
  4. memperbesar pengaruh pro-Hindia di lapangan pemerintahan.
  5. berusaha untuk mendapatkan persamaan hak bagi semua orang Hindia.
  6. dalam hal pengajaran, kegunaannya harus ditujukan untuk kepentingan ekonomi Hindia dan memperkuat mereka yang ekonominya lemah.
Melihat tujuan dan cara-cara mencapai tujuan seperti tersebut di atas maka dapat diketahui bahwa IP berdiri di atas nasionalisme yang luas menuju Indonesia merdeka. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa IP merupakan partai politik pertama di Indonesia dengan haluan kooperasi. Dalam waktu yang singkat telah mempunyai 30 cabang dengan anggota lebih kurang 7.000 orang yang kebanyakan orang Indo. Oleh karena sifatnya yang progresif menyatakan diri sebagai partai politik dengan tujuan yang tegas, yakni Indonesia merdeka sehingga pemerintah menolak untuk memberikan badan hukum dengan alasan IP bersifat politik dan hendak mengancam ketertiban umum. Walaupun demikian, para pemimpin IP masih terus mengadakan propaganda untuk menyebarkan gagasan-gagasannya. Satu hal yang sangat menusuk perasaan pemerintah Hindia Belanda adalah tulisan Suwardi Suryaningrat yang berjudul Als ik een Nederlander was (seandainya saya seorang Belanda) yang isinya berupa sindiran terhadap ketidakadilan di daerah jajahan. Oleh karena kegiatannya sangat mencemaskan pemerintah Belanda maka pada bulan Agustus 1913 ketiga pemimpin IP dijatuhi hukuman pengasingan dan mereka memilih Negeri Belanda sebagai tempat pengasingannya.

Dengan diasingkannya ketiga pemimpin IP maka kegiatan IP makin menurun. Selanjutnya, IP berganti nama menjadi Partai Insulinde dan pada tahun 1919 berubah lagi menjadi National Indische Partij (NIP). NIP tidak pernah mempunyai pengaruh yang besar di kalangan rakyat dan akhirnya hanya merupakan perkumpulan orang-orang terpelajar.

d. Muhammadiyah
Muhammadiyah didirikan oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan di Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912. Asas perjuangannya ialah Islam dan kebangsaan Indonesia, sifatnya nonpolitik. Muhammadiyah bergerak di bidang keagamaan, pendidikan, dan sosial menuju kepada tercapainya kebahagiaan lahir batin. Tujuan Muhammadiyah ialah sebagai berikut.
  1.  memajukan pendidikan dan pengajaran berdasarkan agama Islam;
  2. mengembangkan pengetahuan ilmu agama dan cara-cara hidup menurut agama Islam.
Untuk mencapai tujuan tersebut, usaha yang dilakukan oleh Muhammadiyah adalah sebagai berikut:
  1. mendirikan sekolah-sekolah yang berdasarkan agama Islam ( dari TK sampai dengan perguruan tinggi);
  2. mendirikan poliklinik-poliklinik, rumah sakit, rumah yatim, dan masjid;
  3. menyelenggarakan kegiatan-kegiatan keagamaan.
Muhammadiyah berusaha untuk mengembalikan ajaran Islam sesuai dengan Al-Qur'an dan Hadis. Itulah sebabnya penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran agama Islam secara modern dan memperteguh keyakinan tentang agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenarnya. Kegiatan Muhammadiyah juga telah memperhatikan pendidikan wanita yang dinamakan Aisyiah, sedangkan untuk kepanduan disebut Hizbut Wathon ( HW ). Sejak berdiri di Yogyakarta (1912) Muhammadiyah terus mengalami perkembangan yang pesat. Sampai tahun 1913, Muhammadiyah telah memiliki 267 cabang yang tersebar di Pulau Jawa. Pada tahun 1935, Muhammadiyah sudah mempunyai 710 cabang yang tersebar di Pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi.

e Gerakan Pemuda
Gerakan pemuda Indonesia, sebenarnya telah dimulai sejak berdirinya BU, namun sejak kongresnya yang pertama perannya telah diambil oleh golongan tua (kaum priayi dan pegawai negeri) sehingga para pemuda kecewa dan keluar dari organisasi tersebut. Baru beberapa tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 7 Maret 1915 di Batavia berdiri Trikoro Dharmo oleh R. Satiman Wiryosanjoyo, Kadarman, dan Sunardi. Trikoro Dharmo yang diketui oleh R. Satiman Wiryosanjoyo merupakan oeganisasi pemuda yang pertama yang anggotanya terdiri atas para siswa sekolah menengah berasal dari Jawa dan Madura. Trikoro Dharmo, artinya tiga tujuan mulia, yakni sakti, budi, dan bakti. Tujuan perkumpulan ini adalah sebagai berikut:
  1. mempererat tali persaudaraan antar siswa-siswi bumi putra pada sekolah menengah dan perguruan kejuruan;
  2. menambah pengetahuan umum bagi para anggotanya;
  3. membangkitkan dan mempertajam peranan untuk segala bahasa dan budaya.
Tujuan tersebut sebenarnya baru merupakan tujuan perantara. Adapun tujuan yang sebenarnya adalah seperti apa yang termuat dalam majalah Trikoro Dharmo yakni mencapai Jawa raya dengan jalan memperkokoh rasa persatuan antara pemuda-pemuda Jawa, Sunda, Madura, Bali, dan Lombok. Oleh karena sifatnya yang masih Jawa sentris maka para pemuda di luar Jawa (tidak berbudaya Jawa) kurang senang. Untuk menghindari perpecahan, pada kongresnya di Solo pada tanggal 12 Juni 1918 namanya diubah menjadi Jong Java (Pemuda Jawa). Sesuai dengan anggaran dasarnya, Jong Java ini bertujuan untuk mendidik para anggotanya supaya kelak dapat menyumbangkan tenaganya untuk membangun Jawa raya dengan jalan mempererat persatuan, menambah pengetahuan, dan rasa cinta pada budaya sendiri. Sejalan dengan munculnya Jong Java, pemuda-pemuda di daerah lain juga membentuk organisasi-organisasi, seperti Jong Sumatra Bond, Pasundan, Jong Minahasa, Jong Ambon, Jong Selebes, Jong Batak, Pemuda Kaum Betawi, Sekar Rukun, Timorees Verbond, dan lain-lain. Pada dasarnya semua organisasi itu masih bersifat kedaerahan, tetapi semuanya mempunyai cita-cita ke arah kemajuan Indonesia, khususnya memajukan budaya dan daerah masing-masing.

f. Taman Siswa
Sekembalinya dari tanah pengasingannya di Negeri Belanda (1919), Suwardi Suryaningrat menfokuskan perjuangannya dalam bidang pendidikan. Pada tanggal 3 Juli 1922 Suwardi Suryaningrat (lebih dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara) berhasil mendirikan perguruan Taman Siswa di Yogyakarta. Dengan berdirinya Taman Siswa, Suwardi Suryaningrat memulai gerakan baru bukan lagi dalam bidang politik melainkan bidang pendidikan, yakni mendidik angkatan muda dengan jiwa kebangsaan Indonesia berdasarkan akar budaya bangsa. Sekolah Taman Siswa dijadikan sarana untuk menyampaikan ideologi nasionalisme kebudayaan, perkembangan politik, dan juga digunakan untuk mendidik calon-calon pemimpin bangsa yang akan datang. 

Dalam hal ini, sekolah merupakan wahana untuk meningkatkan derajat bangsa melalui pengajaran itu sendiri. Selain pengajaran bahasa (baik bahasa asing maupun bahasa Indonesia), pendidikan Taman Siswa juga memberikan pelajaran sejarah, seni, sastra (terutama sastra Jawa dan wayang), agama, pendidikan jasmani, dan keterampilan (pekerjaan tangan) merupakan kegiatan utama perguruan Taman Siswa. Penididikan Taman Siswa dilakukan dengan sistem "among" dengan pola belajar "asah, asih dan asuh". Dalam hal ini diwajibkan bagi para guru untuk bersikap dan berlaku "sebagai pemimpin" yakni di depan memberi contoh, di tengah dapat memberikan motivasi, dan di belakang dapat memberikan pengawasan yang berpengaruh. Prinsip pengajaran inilah yang kemudian dikenal dengan pola kepemimpinan "Ing ngarsa sung tulodho, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani ". Pola kepemimpinan ini sampai sekarang masih menjadi ciri kepemimpinan nasional. Berkat jasa dan perjuangannya yakni mencerdaskan kehidupan menuju
Indonesia merdeka maka tanggal 2 Mei (hari kelahiran Ki Hajar Dewantara) ditetapkant sebagai hari Pendidikan Nasional. Di samping itu, "Tut Wuri Handayani" sebagai semboyan terpatri dalam lambang Departemen Pendidikan Nasional.

g. Partai Komunis Indonesia (PKI)
Benih-benih paham Marxis dibawa masuk ke Indonesia oleh seorang Belanda yang bernama H.J.F.M. Sneevliet. Atas dasar Marxisme inilah kemudian pada tanggal 9 Mei 1914 di Semarang, Sneevliet bersama-sama dengan J.A. Brandsteder, H.W. Dekker, dan P. Bersgma berhasil mendirikan Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV). Ternyata ISDV tidak dapat berkembang sehingga Sneevliet melakukan infiltrasi (penyusupan) kader-kadernya ke dalam tubuh SI dengan menjadikan anggota-anggota ISDV sebagai anggota SI, dan sebaliknya anggota-anggota SI menjadi anggota ISDV. Dengan cara itu Sneevliet dan kawan-kawannya telah mempunyai pengaruh yang kuat di kalangan SI, lebih-lebih setelah berhasil mengambil alih beberapa pemimpin SI, seperti Semaun dan Darsono. Mereka inilah yang dididik secara khusus untuk menjadi tokoh-tokoh Marxisme tulen. Akibatnya SI Cabang Semarang yang sudah berada di bawah pengaruh ISDV semakin jelas warna Marxisnya dan selanjutnya terjadilah perpecahan dalam tubuh SI.

Pada tanggal 23 Mei 1923 ISDV diubah menjadi Partai Komunis Hindia dan selanjutnya pada bulan Desember 1920 menjadi Partai Komunis Indonesia. (PKI). Susunan pengurus PKI , antara lain Semaun (ketua), Darsono (wakil ketua), Bersgma (sekretaris), dan Dekker (bendahara). PKI semakin aktif dalam percaturan politik dan untuk menarik massa maka dalam propagandanya PKI menghalalkan secara cara. Sampai-sampai tidak segan-segan untuk mempergunakan kepercayaan rakyat kepada ayat-ayat Al - Qur'an dan Hadis bahkan juga Ramalan Jayabaya dan Ratu Adil. Kemajuan yang diperolehnya ternyata membuat PKI lupa diri sehingga merencanakan suatu petualangan politik. Pada tanggal 13 November 1926 PKI melancarkan pemberontakan di Batavia dan disusul di daerah-daerah lain, seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Di Sumatra Barat pemberontakan PKI dilancarkan pada tanggal 1 Januari 1927. Dalam waktu yang singkat semua pemberontakan PKI tersebut berhasil ditumpas. Akhirnya, ribuan rakyat ditangkap, dipenjara, dan dibuang ke Tanah Merah dan Digul Atas (Papua).

h. Partai Nasional Indonesia (PNI)
Algemene Studie Club di Bandung yang didirikan oleh Ir. Soekarno pada tahun 1925 telah mendorong para pemimpin lainnya untuk mendirikan partai politik, yakni Partai Nasional Indonesia ( PNI). PNI didirikan di Bandung pada tanggal 4 Juli 1927 oleh 8 pemimpin, yakni dr. Cipto Mangunkusumo, Ir. Anwari, Mr. Sartono, Mr. Iskak, Mr. Sunaryo, Mr. Budiarto, Dr. Samsi, dan Ir. Soekarno sebagai ketuanya. Kebanyakan dari mereka adalah mantan anggota Perhimpunan Indonesia di Negeri Belanda yang baru kembali ke tanah air. Keradikalan PNI telah tampak sejak awal berdirinya. Hal ini terlihat dari anggaran dasarnya bahwa tujuan PNI adalah Indonesia merdeka dengan strategi perjuangannya nonkooperasi. Untuk mencapai tujuan tersebut maka PNI berasaskan pada self help, yakni prinsip menolong diri sendiri, artinya memperbaiki keadaan politik, ekonomi, dan sosial budaya yang telah rusak oleh penjajah dengan kekuatan
sendiri; nonkooperatif, yakni tidak mengadakan kerja sama dengan pemerintah Belanda; Marhaenisme, yakni mengentaskan massa dari kemiskinan dan kesengsaraan.

Untuk mencapai tujuan tersebut, PNI telah menetapkan program kerja sebagaimana dijelaskan dalam kongresnya yang pertama di Surabaya pada tahun 1928, seperti berikut.
  1. Usaha politik, yakni memperkuat rasa kebangsaan (nasionalisme) dan kesadaran atas persatuan bangsa Indonesia, memajukan pengetahuan sejarah kebangsaan, mempererat kerja sama dengan bangsa-bangsa Asia, dan menumpas segala rintangan bagi kemerdekaan diri dan kehidupan politik.
  2. Usaha ekonomi, yakni memajukan perdagangan pribumi, kerajinan, serta mendirikan bank-bank dan koperasi.
  3. Usaha sosial, yaitu memajukan pengajaran yang bersifat nasional, meningkatkan derajat kaum wanita, memerangi pengangguran, memajukan transmigrasi, memajukan kesehatan rakyat, antara lain dengan mendirikan poliklinik.
Untuk menyebarluaskan gagasannya, PNI melakukan propagandapropaganda, baik lewat surat kabar, seperti Banteng Priangan di Bandung dan Persatuan Indonesia di Batavia, maupun lewat para pemimpin khususnya Ir. Soekarno sendiri. Dalam waktu singkat, PNI telah berkembang pesat sehingga menimbulkan kekhaw-tiran di pihak pemerintah Belanda. Pemerintah kemudian memberikan peringatan kepada pemimpin PNI agar menahan diri dalam ucapan, propaganda, dan tindakannya. Dengan munculnya isu bahwa PNI pada awal tahun 1930 akan mengadakan pemberontakan maka pada tanggal 29 Desember 1929, pemerintah Hindia Belanda mengadakan penggeledahan secara besarbesaran dan menangkap empat pemimpinnya, yaitu Ir. Soerkarno, Maskun, Gatot Mangunprojo dan Supriadinata. Mereka kemudian diajukan ke pengadilan di Bandung.

Dalam sidang pengadilan, Ir. Soerkarno mengadakan pembelaan dalam judul Indonesia Menggugat. Atas dasar tindakan melanggar Pasal "karet" 153 bis dan Pasal 169 KUHP, para pemimopin PNI dianggap mengganggu ketertiban umum dan menentang kekuasaan Belanda sehingga dijatuhi hukuman penjara di Penjara Sukamiskin Bandung. Sementara itu, pimpinan PNI untuk sementara dipegang oleh Mr. Sartono dan dengan pertimbangan demi keselamatan maka pada tahun 1931 oleh pengurus besarnya PNI dibubarkan. Hal ini menimbulkan pro- dan kontra. Mereka yang pro-pembubaran, mendirikan partai baru dengan nama Partai Indonesia (Partindo) di bawah pimpinan Mr. Sartono. Kelompok yang kontra, ingin tetap melestarikan nama PNI dengan mendirikan Pendidikan Nasional Indonesia (PNI-Baru) di bawah pimpinan Drs. Moh. Hatta dan Sutan Syahrir.

i. Gerakan Wanita
Munculnya gerakan wanita di Indonesia, khusunya di Jawa dirintis oleh R.A. Kartini yang kemudian dikenal sebagai pelopor pergerakan wanita Indonesia. R.A. Kartini bercita-cita untuk mengangkat derajat kaum wanita Indonesia melalui pendidikan. Cita-citanya tersebut tertulis dalam surat-suratnya yang kemudian berhasil dihimpun dalam sebuah buku yang diterjemahkan dalam judul Habis Gelap Terbitlah Terang. Cita-cita R.A. Kartini ini mempunyai persamaan dengan Raden Dewi Sartika yang derjuang di Bandung.
Semasa Pergerakan Nasional maka muncul gerakan wanita yang bergerak di bidang pendidikan dan sosial budaya. Organisasi-organisasi yang ada, antara lain sebagai berikut.
  1. Putri Mardika di Batavia (1912) dengan tujuan membantu keuangan bagi wanita-wanita yang akan melanjutkan sekolahnya. Tokohnya, antara lain R.A. Saburudin, R.K. Rukmini, dan R.A. Sutinah Joyopranata.
  2. Kartinifounds, yang didirikan oleh suami istri T.Ch. van Deventer (1912) dengan membentuk sekolah-sekolah Kartinibagi kaum wanita, seperti di Semarang, Batavia, Malang, dan Madiun.
  3. Kerajinan Amal Setia, di Gadang Sumatra Barat oleh Rohana Kudus (1914). Tujuannya meningkatkan derajat kaum wanita dengan cara memberi pelajaran membaca, menulis, berhitung, mengatur rumah tangga, membuat kerajinan, dan cara pemasarannya.
  4. Aisyiah, merupakan organisasi wanita Muhammadiyah yang didirikan oleh Ny. Hj. Siti Walidah Ahmad Dahlan (1917). Tujuannya untuk memajukan pendidikan dan keagamaan kaum wanita.
  5. Organisasi Kewanitaan lain yang berdiri cukup banyak, misalnya Pawiyatan  Wanito di Magelang (1915), Wanito Susilo di Pemalang (1918), Wanito Rukun Santoso di Malang, Budi Wanito di Solo, Putri Budi Sejati di Surabaya (1919), Wanito Mulyo di Yogyakarta (1920), Wanito Utomo dan Wanito Katolik di Yogyakarta (1921), dan Wanito Taman Siswa (1922).
Organisasi wanita juga muncul di Sulawesi Selatan dengan nama Gorontalosche Mohammadaanche Vrouwenvereeniging. Di Ambon dikenal dengan nama Ina Tani yang lebih condong ke politik. Sejalan dengan berdirinya organisasi wanita, muncul juga surat kabar wanita yang bertujuan untuk menyebarluaskan gagasan dan pengetahuan kewanitaan. Surat kabar milik organisasi wanita, antara lain Putri Hindia di Bandung, Wanito Sworo di Brebes, Sunting Melayu di Bukittinggi, Esteri Utomo di Semarang, Suara Perempuan di Padang, Perempunan Bergolak di Medan, dan Putri Mardika di Batavia. Puncak gerakan wanita, yaitu dengan diselenggarakannya Kongres Perempuan Indonesia I pada tanggal 22–25 Desember 1928 di Yogyakarta. Kongres menghasilkan bentuk perhimpunan wanita berskala nasional dan berwawasan kebangsaan, yakni Perikatan Perempuan Indonesia (PPI). Dalam Kongres Wanita II di Batavia pada tanggal 28–31 Desember 1929 PPI diubah menjadi Perikatan Perhimpunan Isteri Indonesia (PPII). Kongres Wanita I merupakan awal dari bangkitnya kesadaran nasional di kalangan wanita Indonesia sehingga tanggal 22 Desember ditetapkan sebagai hari Ibu.
 

Asas Perhimpunan Indonesia sebagai Manifesto Politik Pergerakan Nasional

Perhimpunan Indonesia (PI) merupakan penjilmaan dari Indische Vereeniging yang didirikan oleh mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Negeri Belanda pada tahun 1908. Mereka itu, antara lain Sutan Kesayangan, R.N. Notokusumo, R.P. Sastrokartono, R. Husein Jayadiningrat, dan Notodiningrat. Pada mulanya hanya bersifat organisasi sosial yang berjuang untuk mengurus kepentingan bersama orang-orang Indonesia yang berada di Negeri Belanda. Kedatangan tiga tokoh Indische Partij di Negeri Belanda tahun 1913 (sebagai orang pengasingan), unsur politik mulai masuk dalam tubuh Indische Vereeniging. Setelah Perang Dunia I, jumlah mahasiswa Indonesia yang belajar ke Negeri Belanda makin banyak. Hal ini semakin mempengaruhi perkembangan Indische Vereeniging, semangat nasionalisme semakin kuat sehingga sifat organisasi sosial beralih ke organisasi politik. Mereka tidak hanya sekadar menuntut ilmu, tetapi juga berjuang memikirkan nasib bangsanya.


Pada tahun 1922, nama Indische Vereeniging diubah menjadi Indonesische Vereeniging, dan pada tahun 1925 menjadi Perhimpunan Indonesia. Majalah mereka yang terbit sejak tahun 1916 dengan nama Hindia Putra berubah nama menjadi Indonesia Merdeka (1924). Dengan perubahan itu maka terjadi pula perubahan dasar pemikiran dan orientasi pergerakan mereka. Gerakan mereka menjadi radikal dan dengan tegas menginginkan Indonesia merdeka. Untuk mempertegas dasar perjuangannya, pada tahun 1925 PI mengeluarkan anggaran dasarnya sebagai berikut.
  1. PI akan berjuang untuk memperoleh suatu pemerintahan untuk Indonesia yang hanya bertanggung jawab kepada rakyat Indonesia.
  2. Kemerdekaan penuh bagi Indonesia akan dicapai dengan aksi bersama dan serentak oleh rakyat Indonesia.
  3. Untuk itu sangat diperlukan persatuan nasional yang murni di antara seluruh rakyat Indonesia dalam menentang penjajahan Belanda yang telah merusak kehidupan bangsa Indonesia.
Sejak itu tindakannya meningkat, di samping bersifat nasional-demokratis juga menjadi antikolonial. Untuk itu dasar perjuangannya disebarluaskan dan dipropagandakan, yakni mengadakan hubungan dengan pergerakan nasional yang ada di Indoensia, baik langsung maupun tidak langsung. Selain itu, mengadakan
hubungan dengan organisasi internasional. Itulah sebabnya PI juga bekerja sama dengan perhimpunan-perhimpunan dan tokoh-tokoh pemuda serta mahasiswa yang berasal dari negara-negara jajahan di Asia dan Afrika yang mempunyai cita-cita yang sama dengan Indonesia. Untuk mendapatkan perhatian dunia dan mencari dukungan perjuangan Indonesia maka PI ikut serta dalam organisasi internasional, seperti Liga Demokrasi Internasional di Paris (1926), Liga Penentang Imperialis dan Kolonialisme di Brusel (1927), Kongres Wanita Internasional di Swiss (1927), dan Liga Komintern di Berlin (1927).

Aktivitas PI di Eropa dan pengaruhnya yang makin kuat di Indonesia mulai dicurigai oleh pemerintah kolonial Belanda. Atas tuduhan menghasut untuk memberontak terhadap pemerintah maka pada pada tanggal 10 September 1927 ke empat tokoh PI, yaitu Moh. Hatta, Nasir Datuk Pamuncak, Abdulmajid Joyodiningrat,
dan Ali Sastroamijoyo ditangkap dan diadili. Di dalam pemeriksaan sidang pengadilan di Den Haag pada bulan Maret 1928, mereka terbukti tidak bersalah sehingga dibebaskan. Namun, gerakan PI terus diawasi dengan ketat. i tanah air pengaruh PI sangat kuat, dan berdasarkan ilham dari perjuangan PI maka berdirilah Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) tahun 1926, Partai Nasional Indonesia (PNI) tahun 1927, dan Jong Indonesia (Pemuda Indonesia) tahun 1928.

Penelusuran yang terkait dengan Lahirnya Pergerakan Nasional Indonesia
  • rangkuman pergerakan nasional
  • makalah pergerakan nasional
  • organisasi pergerakan nasional
  • strategi pergerakan nasional
  • jelaskan lahirnya pergerakan nasional indonesia
  • timbulnya pergerakan nasional indonesia dipelopori oleh
  • berikut faktor dari dalam lahirnya pergerakan nasional indonesia kecuali
  • periode 2 masa pergerakan nasional


Daftar Pustaka:
  • Ari Listiyani, Dwi. 2009. Sejarah untuk kelas X. Jakarta. Erlangga. J.Sumardianta. 2007. Sejarah untuk SMA/MA kelas X. Jakarta. Erlangga

Post a Comment for "Lahirnya Pergerakan Nasional Indonesia dan Asas Perhimpunan Indonesia sebagai Manifesto Politik Pergerakan Nasional"