Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pengertian Tanah Meliputi Faktor Pembentukan, Proses, Faktor, Komponen Tanah dan Penjelasannya

Pengertian Tanah dan Komponen Komponennya
Tanah (bahasa Yunani: pedon; bahasa Latin: solum) adalah bagian kerak bumi yang tersusun dari mineral dan bahan organik.Tanah sangat vital peranannya bagi semua kehidupan di bumi karena tanah mendukung kehidupan tumbuhan dengan menyediakan hara dan air sekaligus sebagai penopang akar. Struktur tanah yang berongga-rongga juga menjadi tempat yang baik bagi akar untuk bernapas dan tumbuh. Tanah juga menjadi habitat hidup berbagai mikroorganisme. Bagi sebagian besar hewan darat, tanah menjadi lahan untuk hidup dan bergerak.Ilmu yang mempelajari berbagai aspek mengenai tanah dikenal sebagai ilmu tanah.

Dari segi klimatologi, tanah memegang peranan penting sebagai penyimpan air dan menekan erosi, meskipun tanah sendiri juga dapat tererosi.Komposisi tanah berbeda-beda pada satu lokasi dengan lokasi yang lain. Air dan udara merupakan bagian dari tanah. 


Menurut Jenny (1941): 5 Faktor yang mempengaruhi Proses Pembentukan Tanah (Genesis) dan Perkembangan Tanah (Differensiasi Horison), yaitu:
1. Bahan Induk (b) = Batuan Beku, B.Sedimen, B.Metamorf, Bhn.Organik; (mempengaruhi perbedaan dari sifat kimia dan sifat fisik tanah)
2. Iklim (i) = curah hujan dan suhu (temperatur)
3. Organisme (o) atau Jasad Hidup (h) = Tumbuhan & Hewan
4. Relief (r ) atau Topografi (t) : Kecuraman Lereng
5. Waktu (w) = Tingkat Perkembangan (muda, dewasa, tua) dan Umur (dalam tahun)

•Hubungan Tanah dengan Faktor Pembentuknya sbb:
T (tanah) atau S (soil) = f ( b , i , o , r , w )


Perbedaan Sifat-sifat Tanah yang hanya disebabkan oleh Satu Faktor Pembentuk Tanah, dikenal sebagai:
1.Klimatosekuen:
Perbedaan sifat tanah yang disebabkan hanya pengaruh iklim
2.Biosekuen:
Perbedaan sifat tanah yang disebabkan hanya pengaruh organisme
3.Toposekuen:
Perbedaan sifat tanah yang disebabkan hanya oleh perbedaantopografi
4.Lithosekuen:
Perbedaan sifat tanah yang disebabkan hanya oleh perbedaan Jenis bahan induk
5.Khronosekuen:
Perbedaan sifat tanah yang disebabkan hanya oleh perbedaan Faktor umur



Faktor Pembentuk Tanah dan Penjelasan



1.Iklim

Unsur-unsur iklim yang mempengaruhi proses pembentukan tanah terutama ada dua, yaitu suhu dan curah hujan.

a. Suhu/Temperatur

Suhu akan berpengaruh terhadap proses pelapukan bahan induk. Apabila suhu tinggi, maka proses pelapukan akan berlangsung cepat sehingga pembentukan tanah akan cepat pula.

b. Curah hujan

Curah hujan akan berpengaruh terhadap kekuatan erosi dan pencucian tanah, sedangkan pencucian tanah yang cepat menyebabkan tanah menjadi asam (pH tanah menjadi rendah).


2. Organisme (Vegetasi dan Jasad Renik)

Organisme seperti vegetasi dan jasad renik memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap proses pembentukan tanah. Pengaruh tersebut, antara lain :
  • Membantu proses pelapukan, khususnya proses pelapukan organik
  • Membantu proses pembentukan humus.  Sebab, tumbuh -tumbuhan akan menghasilkan dedaunan serta ranting -ranting yang menumpuk pada permukaan tanah. Dedaunan dan ranting yang menumpuk ini akan membusuk dengan bantuan jasad renik atau mikroorganisme yang ada di dalam tanah.
  • Jenis vegetasi sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat tanah. Misalnya, pada vegetasi hutan, dapat membentuk tanah hutan yang memiliki warna merah. Sementara untuk vegetasi rumput, dapat mengakibatkan pembentukan tanah yang berwarna hitam karena banyak mengandung bahan organik.
  • Kandungan unsur-unsur kimia yang ada pada tanaman dapat mempengaruhi sifat-sifat tanah. Hal ini dapat terjadi contohnya, bila ada tanaman jenis cemara, maka tanaman ini akan memberikan unsur-unsur kimia, seperti Ca, Mg, dan K yang relatif rendah. Akibatnya, tanah yang ada di bawah pohon cemara akan memiliki derajat keasaman yang lebih tinggi daripada tanah yang ada di bawah pohon jati.


3. Bahan Induk
Bahan induk adalah faktor pembentuk tanah yang akan mempengaruhi terhadap karakteristik tanah yang akan dihasilkan nantinya. Bahan induk ini diantaranya adalah batuan vulkanik, batuan beku, batuan sedimen dan batuan metamorf.Tanah terbentuk karena ada pelapukan dimana setiap tanah memiliki karakteristik yang memperlihatkan bahan asal dari induk batuannya. Misalnya adalah tanah yang memiliki struktur pasir dari bahan induk yang memiliki kandungan pasir yang tinggi. Bahan induk yang memiliki kandungan unsur Ca tinggi akan membentuk tanah dengan kadar ion Ca yang tinggi pula, sehingga dapat menghindari pencucian asam silikat dan sebagiannya dapat membentuk tanah yang berwarna kelabu. Sedangkan bahan induk yang memiliki kandungan kapur rendah maka akan menghasilkan warna tanah yang merah.


4. Topografi atau Relief

Topografi atau sering juga disebut relief, analisir relief yang penting kaitannya dalam pembentukan tanah adalah sudut lereng dan tinggi tempat. Tinggi tempat memengaruhi suhu udara, semakin tinggi suatu tempat maka akan mempunyai suhu yang lebih rendah. Sudut lereng menentukan kesetimbangan antara limpasan permukaan dan infiltrasi. Analisir relief yang juga berpengaruh terhadap pembentukan tanah adalah hadap lereng serta posisi lereng terhadap wilayah sekitar (arrangement). Hadap lereng merupakan faktor penting terutama pada wilayah lintang tinggi, karena menentukan intensitas penyinaran matahari. Posisi lereng pada suatu kawasan berpengaruh terhadap jumlah hujan dan jumlah air yang diterima.


5. Waktu
Waktu dapat mempengaruhi sifat fisika, biologi serta kimia dari tanah yang akan terbentuk, dimana setiap tanah memiliki unsur tersendiri. Semakin tua tanah tersebut maka kandungan yang ada didalamnya juga akan berkurang. Mineral dalam tanah yang banyak mengandung unsur hara perlahan akan hilang, sehingga tinggal kadar mineral yang sulit lapuk seperti kuarsa. Dikarenakan proses pembentukan tanah yang terus berjalan, maka induk tanah juga ikut berubah dan kemudian menjadi beberapa bagian seperti tanah muda, tanah dewasa dan tanah tua.
  • Tanah Muda – Tanah muda adalah tanah yang memiliki perbedaan bahan mineral dan bahan organik yang masih tampak jelas, sehingga bahan induknya masih terlihat. Biasanya tanah ini terbentuk dalam kurun waktu kurang lebih 100 tahun. Beberapa jenis tanah yang masuk dalam kategori tanah muda antara lain adalah tanah aluvial, tanah litosol dan tanah regosol.
  • Tanah Dewasa – Tanah dewasa adalah merupakan hasil dari perkembangan tanah muda di tingkat yang lebih lanjut yang membentuk horizon B dalam susunan dekomposisi tanah. Biasanya tanah ini terbentuk dalam kurun waktu sekitar 10.000 tahun. Beberapa jenis tanah yang masuk dalam kategori tanah dewasa antara lain adalah tanah andosol, tanah grumusol dan tanah latosol.
  • Tanah Tua – Tanah tua adalah tanah yang sudah mengalami perubahan yaitu dalam jangka waktu yang panjang sehingga horizon A dan B dapat dikalsifikasikan menjadi beberapa bagian (A1,A2,A3,B1,B2,B3) yang didasari dari ciri fisik yang nampak. Beberapa jenis tanah yang masuk dalam kategori tanah tua antara lain adalah tanah podsol dan tanah laterit.


Proses pembentukan tanah
Proses pembentukan tanah (pedogenesis) berbeda dengan proses pengendapan batuan (geogenesis). Proses pembentukan tanah merupakan hasil interaksi yang komplek antara lima faktor pembentuk tanah. Pembentukan tanah melibatkan empat kelompok proses, yaitu:
  1. Penambahan
  2. Pengurangan,
  3. Translokasi (perpindahan)
  4. Transformasi (perubahan)
Keempat kelompok proses pembentukan tanah inilah yang akan menghasilkan horison atau lapisan tanah yang khas.


Proses Pembentukan Tanah Organik dan Tanah Anorganik 

1.TANAH ORGANIK

Tanah adalah akumulasi tubuh alam yang menempati sebagian besar permukaan bumi yang berasal dari bahan organik dan anorganik. Tanah mampu menumbuhkan tanaman dan mempunyai sifat – sifat sebagai akibat dari pengaruh iklim.Tanah dipandang sebagai suatu benda alam yang terdiri dari bahan – bahan anorganik yang disebut mineral dan didapat dari batuan yang telah mengalami pelapukan. Bahan – bahan anorganik ini terdiri dari sisa – sisa makhluk hidup yang telah lapuk. 

Proses pembentukan tanah diawali dari pelapukan batuan, baik pelapukan fisik maupun pelapukan kimia. Dari Proses pelapukan terus berlangsung hingga akhirnya bahan induk tanah berubah menjadi tanah.
Nah, proses pelapukan ini menjadi awal terbentuknya tanahproses pembentukan tanah sangat erat kaitannya dengan pelapukan baik itu pelapukan fisika atau pelapukan kimi dari batuan atau bahan organik.
Faktor- Faktor yang mempengaruhi pembentukan tanah
Berubahnya bahan – bahan organik menjadi butir – butir tanah disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi banyak dan beragam intensitasnya tergantung ruang dan waktu. Yang paling nyata adalah faktor iklim sehingga hubungan antara tanah dan iklim erat. Di daerah Tropika misalnya Latosol, Mediteran, dan Podsolik. Di daerah iklim Dingin misalnya, Andosol dan Ranker.
Ada 2 tahap :  
 
1.    Pelapukan (weathering)
Pelapukan fisik yaitu proses penghancuran secara fisik tanpa merubah susunan kimia mineral-mineral penyusun batuannya (∆ ukuran). Batuan dan mineral menjadi berukuran kecil/halus sehingga luas permukaan jenis (specific surface) meningkat. Pelapukan fisik dominan terjadi pada daerah yang kering dan tidak mengalami perubahan komposisi. Mineral memiliki daya mengembang (suhu panas) dan mengkerut (suhu dingin).
Penyebabnya
1.    Fluktuasi suhu
2.    Tenaga aliran air
3.    Tenaga aliran angin
4.    Kegiatan akar tumbuhan
5.    Cuaca yang membekukan
6.    Penurunan tekanan terhadap bahan

 2.  Perkembangan tanah
a. Asasi
Akumulasi bahan organik : horizon O
 Eluviasi (pelindian) : horizon A
Illuviasi (akumulasi): horizon B
O1Differensiasi : horizon O(O₂),horizon , A1A(A₂, A₃, B1), horizon B(B₂, B₃) dan seterusnya.
b. Khusus
  • Latosolisasi
  • Podzolisasi
  • Kalsifikasi
  • Gleisasi
  • Salinisasi
  • Alterasi
  • Melanisasi
  • Lixiviasi
  • Pembentukan tanah gambut

2.    TANAH ANORGANIK  

Sulfur merupakan unsur esensial baik bagi kehidupan mikrobia tanah dan bagi tanaman. Dalam jaringan tanaman terkandung sekitar 0,2 - 0,5 % S dari seluruh berat kering tanaman. kekurangan unsur ini pada tanaman menyebabkan pertumbuhan tanaman terganggu. Gejala awal yang menunjukkan bahwa suatu tanaman kekurangan unsur sulfur adalah terjadinya klorosis pada daun muda. Klorosis terjadi sebagai akibat dari adanya gangguan pada proses pembentukan Ferrodoksin, sehingga fotosintesis terhambat (Ma’shum, 2003).      
Di dalam tanah sulfur terdapat dalam bentuk S organik (mencapai sekitar 90-95% dari total S tanah) dan sisanya berupa S anorganik. Sulfur di dalam tanah sumber aslinya berasal dari batuan pirit (FeS2). Selama proses pelapukan, S dalam pirit dioksidasikan menjadi bentuk S-SO4. Dalam bentuk S anorganik inilah, sulfur diasimilasi oleh tanaman dan beberapa mikrobia tanah, yang selanjutnya diincorporasikan ke dalam bentuk S organik. Selanjutnya, ketika senyawa S organik masuk ke dalam tanah akan terurai kembali melalui proses mineralisasi dan menjadi sumber utama S bagi pertumbuhan tanaman dan mikrobia tanah. Selain dalam bentuk S-SO4, beberapa organisme dapat menggunakan S anorganik dalam bentuk sederhana (S elementer, dan sulfida) dan juga S organik (Ma’shum, 2003).      
Pada tanah pertanian di daerah kering, S anorganik terdapat sebagai garam sulfat dari Ca, Mg, Na dan NH4. Di bawah kondisi basah, SO4 2-  berada dalam larutan tanah atau terjerap pada koloit tanah, terutama oleh liat kaolinit dan oksidasi hidrous Fe dan Al. Jerapan SO4 2- meningkat dengan menurunnya pH tanah dan dengan tingginya kandungan mineral kaolinit. Di bawah kondisi tergenang, S anorganik berada dalam bentuk S reduksi seperti FeS2 dan H2S.
 Di dalam tanah terjadi berbagai transformasi bentuk-bentuk sulfur organik dan anorganik. Mekanisme mana yang memegang peranan penting ditentukan oleh kondisi lingkungannya, komposisi bahan organik atau anorganik dan mikrobia yang terlibat. Salah satu proses transformasi bentuk sulfur anorganik adalah melalui reaksi oksidasi dan reduksi yang melibatkan mikrobia tanah.
Peranan Mikrobia Dalam Proses Oksidasi Sulfur Anorganik
Di dalam tanah oksidasi S anorganik tidak semua berlangsung secara enzimatik, tetapi adakalanya berlangsung secara kimiawi, dan adakalanya beberapa tahapan reaksi bersifat non biologis. Sulfida dan S elementer dapat dioksidasi secara kimia, tetapi proses reaksinya berlangsung lebih lambat jika dibandingkan secara biologi kalau kondisi lingkungan memungkinkan terjadinya proses tersebut. Pada kondisi suhu dan kelembaban sekitar optimum, perombakan kimia hampir tidak berperanan dibandingkan dengan perombakan biologis.
Kelompok mikrobia tanah yang terlibat dalam proses oksidasi biologi dari sulfur anorganik berasal dari kelompok bakteri yang tergolong khemoautotrof dan heterotrof. Di samping itu terdapat dari golongan bakteri yang membentuk benang dan bakteri sulfur hijau dan ungu.
Kelompok bakteri khemoautotrof terutama berasal dari genus Thiobacillus. Terdapat lima spesies Thiobacillus yang telah banyak dipelajari yaitu (Ma’shum, 2003) :
1.   Thiobacillus thiooxidans, termasuk khemoauototrof yang mengoksidasi S elemen dan tumbuh aktif pada pH 3 atau lebih rendah. Oleh karenanya oksidasi sulfur oleh bakteri ini berlangsung sangat cepat pada kebanyakan tanah bereaksi masam. Persamaan reaksi oksidasi S anorganik yang dikatalis oleh spesies ini adalah :
S + 1 ½ O2 + H2O   ---------------------->    H2SO4
2.      Thiobacillus thioparus, termasuk hemoautotrof oblogat dan tumbuh aktif pada pH netral, dan tergolong sebagai bakteri yang peka terhadap kondisi masam. Bakteri ini mempunyai ciri khusus yakni dapat mengendapkan sulfur bebas pada permukaan media cair selama oksidasi thiosulfat. Persamaan reaksi oksidasi S anorganik yang dikatalis oleh spesies ini adalah :
      Na2S4O6 + Na2CO3 + 1/2O2   ---------------------->   2Na2SO4 + 2 S + CO2
3.    Thiobacillus novellus, mikrobia ini tidak menggunakan S elemen tetapi akan mengoksidasi baik senyawa S organik maupun garam S, dan dapat berkembang baik dalam kondisi anaerobik. Reaksi tanah optimum untuk bakteri ini ada pada sekitar netral atau bahkan sedikit alkalis. Persamaan reaksi oksidasi S anorganik yang dikatalis oleh spesies ini adalah :
      Na2S2O3 + 2O2 + H2O  ------------------------>  2 NaHSO4
4.   Thiobacillus denitrificans, mikrobia ini menggunakan O sebagai aseptor elektron dalam suasana aerobik, dan menggunakan nitrat sebagai aseptor elektron dalam kondisi anaerobik. Pada keadaan anaerobik, bakteri ini menggunakan nitrat menjadi gas nitrogen, dan pada saat yang sama tiosulfat atau beberapa senyawa sulfur lainnya dioksidasi. Reaksi tanah optimum untuk bakteri ini ada pada sekitar netral atau bahkan sedikit alkalis. Persamaan reaksi oksidasi S anorganik yang dikatalis oleh spesies ini adalah :
      5 S + 6 KNO3 + 2H2O  ---------------------->   K2SO4 + 4 KHSO4 + 3H2
5.       Thiobacillus ferroxidans, dapat menggunakan garam fero atau sulfur sebagai sumber energinya. Reaksi tanah optimum untuk bakteri ini sekitar 2 sampai 3,5.
Dalam Proses oksidasi S anorganik menjadi sulfat oleh Thiobacillus, terdapat tiga lintasan yaitu : Lintasan pertama S elemen diubah menjadi sulfit; lintasan kedua beberapa sulfit bereaksi dengan sisa-sisa sulfur menjadi tiosulfat; lintasan ketiga tiosulfat mungkin dipecah menjadi sulfit dan sulfur atau diubah menjadi tetrationat kemudian tetrationat dapat dimetabolik menjadi sulfur dan sulfit, yang selanjutnya dioksidasi menjadi sulfat.
Sulfat akan tereduksi menjadi bentuk sulfida pada kondisi air tergenang (anaerobik), atau sebagai S elementer pada lingkungan yang kondisi aerobik dan anaerobiknya yang terjadi bergantian. Sulfur elementer merupakan sumber S yang baik, tetapi dia harus teroksidasi dulu secara biologi menjadi SO4 2-, dipacu oleh bakteri Thiobacillus thiooxidans, sebelum dapat dimanfaatkan oleh tanaman (Munawar, 2011).
 Kelompok mikrobia heterotrof yang juga mengoksidir senyawa S anorganik berasal dari kelompok bakteri, aktinomisetes dan fungi. Sebagai contoh, bakteri yang terlibat dari golongan ini adalah dari genus Arthrobacter, Bacillus, Flavobatrium dan Pseudomonas. Bakteri-bakteri ini mengoksidasi tiosulfat menjadi tetrationat apabila ada nutrisi organik. Kecepatan reaksi ini lebih lambat dari pada reaksi yang dikatalisir oleh juga mengoksidir senyawa S anorganik. Selanjutnya fungi yang berfilamen dapat pula menghasilkan sulfat dari substrat organik seperti sestein, thiourea, metionin. Fungi-fungi tersebut berasal dari genus Aspergillus, Penicillium dan Microsporum (Ma’shum, 2003).
Oksidasi bubukan sulfur menghasilkan banyak asam sulfat, karenanya penambahan sulfur ke tanah akan sama pengaruhnya dengan penambahan asam sulfat terhadap kemasaman tanah. Pada pemberian sulfur dengan takaran tinggi, pH tanah netral bisa mencapai 2 setelah beberapa bulan. Dalam hal ini kelompok bakteri yang paling bertanggung jawab adalah T. thiooxidans, T. thiooparus, T. denitrificans.
Oksidasi unsur sulfur dapat menyebabkan pelarutan mineral tanah. Asam sulfat yang dibentuk beraksi dengan mineral dan bahan sukar larut lainnya yang menyebabkan terjadinya mobilitas unsur hara. Oleh karenanya masukan bubuk sulfur ke dalam tanah sering kali meningkatkan jumlah fosfat terlarut, K, Ca, Mg, Mn dan Al.
           
Peranan Mikrobia Dalam Proses Reduksi Sulfur Anorganik
Dalam tanah dengan suasana anerobik, kadar sulfida meningkat nisbi tinggi umumnya mencapai lebih dari 150 ppm pada kondisi sedemikian kepekatan SO4 menurun sehingga seringkali terjadi zone pengendapan fero sulfida dalam profil tanah. Jika proses ini berlangsung maka akan terjadi peningkatan jumlah bakteri pereduksi sulfa. Sulfida yang tertimbun dalam tanah kebanyakan berasal dari reduksi sulfat dan sekalipun juga dapat berasal dari mineralisasi senyawa  S organik dalam suasana anaerobik.
Bentuk S sulfida banyak dijumpai pada tanah-tanah yang senantiasa tergenang. Pada kondisi reduktif, sulfat akan tereduksi menjadi sulfida (H2S) dengan bantuan bakteri pereduksi sulfat, seperti genus Desulfovibrio. Reaksi reduksi ini akan berlangsung dengan baik jika tanahnya mempunyai kandungan bahan organik tinggi (Munawar, 2011).
Mikrobia pereduksi sulfat terutama dari bakteri Desulfovibrio, yang merupakan golongan bakteri yang tidak membentuk spora, obligat anaerobik dan menghasilkan H2S dari reduksi SO4 dengan kecepatan tinggi. Bakteri ini berbentuk batang yang lengkung dan bergerak dengan flegellum pada satu ujung tubuhnya. Spesies Desulfovibrio yang umum berperan dalam proses reduksi ini adalah Desulfovibrio desulfuricans. Spesies ini hidup pada kisaran pH yang sempit, dan tidak dapat tumbuh dalam medium dengan pH kurang dari 5,5. Kenyataan ini boleh jadi ada hubungannya dengan kurangnya pembentukan sulfida pada kondisi masam. Genus kedua yang aktif dalam proses reduksi sulfat adalah Desulfoto maculum. Bakteri tersebut mereduksi sulfat menjadi sulfida. Beberapa isolat dari Desulfovibrio desulfuricans juga menggunakan molekul hidrogen untuk mereduksi sulfat, sulfit dan tiosulfat (Ma’shum, 2003).
Kedua genus bakteri tersebut tidak menggunakan oksigen atmosfer dan atau S organik sebagai aseptor elektron bagi pertumbuhannya. Bakteri-bakteri tersebut menggunakan sulfat dan bentuk S anorganik lain (tiosulfat, dan tetrathionat) sebagai aseptor elektron dalam proses pertumbuhannya dan sekaligus sebagai sumber S untuk bahan penyusun sel. Energi yang diperlukan oleh mikrobia tersebut bersumber dari senyawa-senyawa organik seperti, sejumlah karbohidrat dan asam organik.
Mekanisme pembentukan H2S dari reduksi sulfat masih belum selengkapnya jelas, namun demikian dapat dipastikan bahwa sebagian tahap awal dari reduksi tersebut adalah pembentukan sulfit. Tahap selanjutnya adalah reduksi sulfit menjadi sulfida melalui tiga lintasan yaitu: (1) reduksi sulfit langsung menghasilkan sulfida; (2) sulfit direduksi menjadi tiosulfida, kemudian dipecah menghasilkan sulfida; dan (3) reduksi sulfit menghasilkan tritionat, kemudian dikonversi menjadi tiosulfat dan sulfit (Ma’shum, 2003).


Komponen Tanah dan Penjelasannya

1. Mineral
Komponen pertama dan utama dalam tanah adalah mineral. Adapun presentasi mineral dalam tanah adalah 45%, lebih banyak daripada komponen yang lain. Mineral yang merupakan komponen utama memiliki hubungan dengan tingkat kesuburan tanah. Apabila tanah kekurangan kandungan mineral, maka tumbuhan yang ditanam tersebut akan kekurangan komponen untuk proses pertumbuhannya.
Pada proses pembentukan mineral ini memerlukan waktu yang lama. Adapun jenis batuan yang mengalami pelapukan pada proses terbentuknya tanah akan mempengaruhi jenis tanah yang akan dihasilkan nantinya. Pada umumnya terdapat 3 jenis batuan yang nantinya ketika mengalami pelapukan akan mempengaruhi jenis tanah, yaitu batuan beku, batuan sedimen dan batuan malihan.

2. Air
Komponen yang selanjutnya adalah air dengan presentase 25%. Berdasarkan pengamatan, air merupakan komponen tanah yang sifatnya dapat berubah-ubah atau dinamis. Ruang bagian tanah yang ditempati oleh air adalah bagian pori-pori tanah.
Komposisi air dan udara dalam tanah adalah berbanding terbalik, dimana kandungan udara dalam tanah bergantung pada tinggi rendahnya kandungan air dalam tanah, semakin tinggi kandungan air dalam tanah, maka semakin rendah pula kandungan udara dalam tanah, begitu sebaliknya. Air juga merupakan komponen tanah yang penting, karena air bermanfaat untuk membantu tumbuhan dalam proses fotosintesis nantinya.
Adanya air dalam tanah ini disebabkan karena kemampuan penyerapan tanah yang menggunakan mekanisme adhesi dan kohesi. Keberadaan komposisi air dalam tanah dibedakan menjadi 3 macam, yaitu :
  • Kapasitas Lapang – Adalah suatu keadaan dimana kelembapan dalam tanah dalam kondisi yang cukup, hal ini dibuktikan dengan jumlah air yang dapat ditampung dalam tanah yang dipengaruhi oleh gaya tarik dari gravitasi bumi. Sehingga hal ini tentunya membuat komposisi air dalam tanah akan mempengaruhi kelembapan tanah.
  • Titik Layu Permanen – Adalah suatu keadaan dimana akar tanaman sudah tidak dapat lagi menyerap air di dalam tanah. Hal ini biasanya menyebebkan tanaman tersebut menjadi layu hingga kemudian mati.
  • Ketersediaan Air – Adalah suatu keadaan yang didasarkan pada selisih kadar air dalam tanah yang memiliki hubungan dengan titik layu permanen. Semakin sedikit komposisi air dalam tanah maka tumbuhan akan cepat layu.
3. Udara
Komponen yang selanjutnya adalah udara dengan presentase 25% yang memiliki presentasi sama dengan air. Adanya komponen udara dalam tanah inilah yang memungkinkan adanya kehidupa di dalam tanah, khususnya pada hewan-hewan tanah seperti cacing, semut dan lain sebagainya. Sifat udara dalam tanah ini sama halnya dengan sifat yang dimiliki oleh air, yaitu dapat berubah-ubah sehingga udara dapat keluar dari tanah akibat tekanan dari air yang meningkat. Hal ini karena komposisi udara dalam tanah tergantung dari tinggi rendahnya komposisi air dalam tanah seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

4. Bahan Organik
Komponen tanah yang paling terakhir dan paling rendah presentasenya adalah bahan organik dengan presentase komposisinya hanya 5%. Bahan organik ini terbentuk dari proses dekomposisi bahan organik yang bersumber pada tumbuhan dan hewan yang telah mati.
Dekomposer nantinya akan menguraikan bahan organik tersebut menjadi senyawa organik yang bermanfaat untuk tanah. Meski presentasinya hanya sedikit akan tetapi senyawa organik tersebut memiliki pengaruh yang besar terhadap sifat-sifat tanah, terutama pada sifat kimia dan sifat fisik tanah.
Adapun sumber bahan organik yang nantinya akan diproses menjadi senyawa organik tanah dibedakan menjadi 3 berdasarkan sumbernya, yaitu:
  • Sumber Primer – Sumber primer adalah sumber yang mudah didapatkan yaitu berasal dari tumbuhan layu yang telah mati. Adapun bagian tanaman yang dapat diuraikan adalah mulai dari daun, batang, akar, jaringan tumbuhan serta baguan lain dari tumbuhan yang lainnya. Dapat dikatakan bahwa semua struktur pada tumbuhan ini dapat diproses untuk dijadikan senyawa organik.
  • Sumber Sekunder – Sumber sekunder adalah sumber kedua setelah tanaman yaitu berasal dari hewan. Adapun hewan yang diuraikan adalah bagian-bagian tubuhnya beserta kotorannya yang dapat diolah menjadi pupuk.
  • Sumber Tersier – Sumber tersier adalah sumber terakhir yang berasal dari pupuk. Adapun pupuk-pupuk yang digunakan adalah pupuk kompos dan pupuk hijau.



Faktor Kerusakan Tanah

Seiring berjalannya waktu, tanah tentunya juga dapat mengalami kerusakan. Dan berikut adalah beberapa penyebab terjadinya kerusakan tanah.
  • Kerusakan Hutan – Hutan yang rusak dapat mempengaruhi daya serap tanah dan juga mengurangi kemampuan tanah dalam menampung dan menahan air, sehingga tanah akan menjadi mudah tererosi.
  • Proses Mekanis dari Air Hujan – Air hujan yang turun secara terus menerus akan mengikis tanah pada bagian permukaannya sehingga terbentuk seperti selokan. Dimana air hujan dapat menghanyutkan lumpur dan dapat menyebabkan tanah longsor.
  • Perbuatan Manusia – Yang dimaksud disini adalah dalam hal pengolahan lahan ataupun tanah yang tidak sesuai dengan prosedur pengolahan secara umum sehingga dapat merusak tanah.


Post a Comment for "Pengertian Tanah Meliputi Faktor Pembentukan, Proses, Faktor, Komponen Tanah dan Penjelasannya"