Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kerajaan Bali Meliputi Raja Raja Kerajaan Bali, Letak Kerajaan, Peninggalan Kerajaan


Sejarah Kerajaan Bali

Kerajaan Bali merupakan bagian dari sejarah kehidupan masyarakat bali. Bagian pemerintahan kerajaan di Bali pun beberapa kali berganti mengingat pada masa itu, terjadi banyak perselihan antara kerajaan yang memperebutkan daerah kekuasaan mereka. Kerajaan Bali pertama pada saat itu kemungkinan bernama Kerajaan Bedahulu serta dilanjutkan oleh kerajaan Majapahit. Sesudah Majapahit runtuh, kerajaan Gelgel mengambil alih, dan dilanjutkan oleh kerajaan Klungkung sesudahnya. Pada masa Klungkung, terjadi perpecahan yang menyebabkan kerajaan Klungkung terbagi menjadi 8 buah kerajaan kecil yang juga dikenal di Bali sebagai swapraja.
Walaupun tak banyak yang tahu mengenai sejarah kerajaan Bali, yang pasti adalah kerajaan Bedahulu atau yang biasa juga disebut Bedulu adalah kerajaan awal yang muncul di Bali. Kerajaan yang terpusat di Pejeng atau Bedulu, Gianyar, Kerajaan Bali tersebut berdiri pada sekitar abad ke-8 sampai abad ke-14. Konon katanya, kerajaan ini diperintah oleh salah 1 kelompok bangsawan yang bernama dinasti Warmadewa dengan Sri Kesari Warmadewa sebagai raja pertamanya.


Raja-raja dinasti Warmadewa

Berdasarkan prasasti Blanjong yang berangka tahun 914, Raja Bali pertama  adalah Khesari Warmadewa. Istananya berada di Singhadwalawa. Raja berikutnya adalah Sang Ratu Sri Ugrasena. Ia memerintah sejak tahun 915 sampai 942. Istananya di Singhamandawa. Masa pemerintahannya sezaman dengan Mpu Sindok di Jawa Timur. Sang Ratu Sri Ugrasena meninggalkan sembilan prasasti, satu di antaranya adalah prasasti Bobahan I. Setelah wafat, Sang Ratu Sri Ugrasena dicandikan di Air Mandatu dan digantikan oleh raja-raja yang memakai gelar Warmadewa (dinasti Warmadewa). Raja pertama dari dinasti Warmadewa adalah Aji Tabanendra Warmadewa. Raja ini memerintah tahun 955 – 967 M bersama istrinya, Sang Ratu Luhur Sri Subhadrika Dharmadewi. Penggantinya adalah Jayasingha Warmadewa. Raja inilah yang membuat telaga (pemandian) dari sumber suci di desa Manukraya. Pemandian itu disebut Tirta Empul, terletak di dekat Tampaksiring. Raja Jayasingha Warmadewa memerintah sampai tahun 975 M. Raja Jayasingha digantikan oleh Janasadhu Warmadewa. Ia memerintah tahun 975 – 983 M. Tidak ada keterangan lain yang dapat diperoleh dari raja ini, kecuali tentang anugerah raja kepada desa Jalah. Pada tahun 983 M, muncul
seorang raja wanita, yaitu Sri Maharaja Sri Wijaya Mahadewi (983 – 989 M). Pengganti Sri Wijaya Mahadewi bernama Dharma Udayana Warmadewa. Ia memerintah bersama permaisurinya, Gunapriya Dharmapatni atau lebih dikenal dengan nama Mahendradatta, putri dari Raja Makutawangsawardhana dari Jawa Timur. Sebelum naik takhta, diperkirakan Udayana berada di Jawa Timur sebab namanya tergores dalam prasasti Jalatunda. Pada tahun 1001 M, Gunapriya meninggal dan dicandikan di Burwan. Udayana
meneruskan pemerintahannya sendirian hingga wafat pada tahun 1011 M. Ia dicandikan di Banuwka. Hal ini disimpulkan dari prasasti Air Hwang (1011) yang hanya menyebutkan nama Udayana sendiri. Adapun dalam prasasti Ujung (Hyang) disebutkan bahwa setelah wafat, Udayana dikenal sebagai Batara Lumah di Banuwka.

Raja Udayana mempunyai tiga orang putra, yaitu Airlangga, Marakata, dan Anak Wungsu. Airlangga tidak pernah memerintah di Bali karena menjadi menantu Dharmawangsa di Jawa Timur. Oleh karena itu, yang menggantikan Raja Udayana dan Gunapriya adalah Marakata. Setelah naik takhta, Marakata bergelar Dharmawangsawardhana Marakata PangkajasthanaUttunggadewa. Marakata memerintah dari tahun 1011 hingga 1022. Masa pemerintahan Marakata sezaman dengan Airlangga. Oleh karena adanya persamaan unsur nama dan masa pemerintahannya, seorang ahli sejarah, Stuterheim, berpendapat bahwa Marakata sebenarnya adalah Airlangga. Apalagi jika dilihat dari kepribadian dan cara memimpin yang memiliki kesamaan.
Oleh rakyatnya, Marakata dipandang sebagai sumber kebenaran hukum yang selalu dilindungi dan memerhatikan rakyat. Ia sangat disegani dan ditaati oleh rakyatnya. Persamaan lain Marakata dengan Airlangga adalah Marakata juga membangun sebuah presada atau candi di Gunung Kawi di daerah Tampaksiring, Bali. Setelah pemerintahannya berakhir, Marakata digantikan oleh Raja Anak Wungsu. Ia bergelar Paduka Haji Anak Wungsu Nira Kalih Bhatari Lumah i Burwan Bhatara Lumah i Banu Wka. Anak Wungsu adalah Raja Bali Kuno yang paling banyak meninggalkan prasasti (lebih dari 28 prasasti) yang tersebar di Bali Utara, Bali Tengah, dan Bali Selatan. Anak Wungsu memerintah selama 28 tahun, yaitu dari
tahun 1049 sampai 1077. Ia dianggap sebagai penjelmaan Dewa Wisnu. Anak Wungsu tidak memiliki keturunan. Ia wafat pada tahun 1077 dan dimakamkan di Gunung Kawi, Tampaksiring. Berakhirlah dinasti Warmadewa.

Pemerintahan setelah dinasti Warmadewa

Setelah berakhirnya pemerintahan dinasti Warmadewa, Bali diperintah olehbeberapa orang raja silih berganti. Raja-raja yang perlu diketahui sebagai berikut.

1.Jayasakti
Jayasakti memerintah dari tahun 1133 sampai tahun 1150 M, sezaman dengan pemerintahan Jayabaya di Kediri. Dalam menjalankan pemerintahannya, Jayasakti dibantu oleh penasihat pusat yang terdiri atas para senopati dan pendeta, baik dari agama Hindu maupun dari agama Buddha. Kitab undang-undang yang digunakan adalah kitab Utara Widhi Balawan dan kitab Rajawacana. Kitab undang-undang ini merupakan peninggalan kebudayaan dari masa pemerintahan Jayasakti yang cukup tinggi. Kitab ini juga dipakai pada masa pemerintahan Ratu Sakalendukirana dan penerusnya. Dari prasasti-prasasti yang ditemukan, diketahui bahwa padamasa pemerintahan Jayasakti, agama Buddha dan Syiwa berkembang dengan baik. Aliran Waisnawa juga berkembang pada waktu itu. Raja Jayasakti sendiri disebut sebagai penjelmaan Dewa Wisnu.

2. Ragajaya
Ragajaya mulai memerintah pada tahun 1155 M, namun kapan berakhirnya tidak diketahui sebab tidak ada sumber tertulis yang menjelaskan hal tersebut.

3.Jayapangus (1177 – 1181)

Raja Jayapangus dianggap sebagai penyelamat rakyat yang terkena malapetaka akibat lalai menjalankan ibadah. Raja ini menerima wahyu dari dewa untuk mengajak rakyat kembali melakukan upacara keagamaan yang sampai sekarang dikenal dan diperingati sebagai upacara Galungan. Kitab undang-undang yang digunakannya adalah kitab Mana Wakamandaka.

4.Ekajalancana
Ekajalancana memerintah pada sekitar tahun 1200 – 1204 M. Dalam memerintah, Ekajalancana dibantu oleh ibunya yang bernama Sri Maharaja Aryadegjaya.

5.Sri Asta Asuratna Bumi Banten
Sri Asta Asuratna Bumi Banten diyakini sebagai raja Bali yang terakhir.
Setelah itu, Bali ditaklukkan oleh Gajah Mada dan menjadi bagian dari Kerajaan
Majapahit.

Kehidupan sosial budaya masyarakat

Kehidupan masyarakat di Bali dan kebudayaannya sangat lekat terpengaruh oleh agama Hindu. Agama Hindu yang berkembang di Bali ini sudah bercampur dengan unsur budaya asli. Salah satu contoh yang paling nyata dapat dilihat adalah bahwa dewa tertinggi dalam agama Hindu-Buddha bukanlah Syiwa, melainkan Sang Hyang Widhi yang sama kedudukannya dengan Sang Hyang Wenang di Jawa. Selain itu, masyarakat Bali juga mengenal dewa-dewa setempat, seperti dewa air dan dewa gunung (di Jawa kiranya sejajar dengan Grama Desa). Di bawah desa, mereka juga memuja roh nenek moyang dan cikal bakal. Upacara penghormatan leluhur disebut Pitra Yodnya. Sebagai tempat suci, dahulu digunakan candi. Tetapi, sejak berdirinya Kerajaan Gelgel dan Klungkung, penggunaan candi sebagai tempat suci dihapus. Sebagai pengganti fungsi candi dibuatkan kuil berupa kompleks bangunan yang sering disebut pura. Pada waktu upacara, dewa atau roh yang dipuja diturunkan dari surga dan ditempatkan pada kuil untuk diberi
sesaji sebagai penghormatan. Upacara itu, misalnya, diadakan pada hari Kuningan (hari turunnya dewa dan

pahlawan), pada hari Galungan (menjelang Tahra dan Saka), dan hari Saraswati (pelindung kesusastraan). Pura dalam lingkungan kerajaan disebut Pura Dalem, bentuknya seperti candi Bentar dan dimaksudkan sebagai kuil kematian. Adapun untuk keluarga raja dibuatkan pura khusus yang disebut Sanggah atau Merajan. Di Bali, dewa tidak dipatungkan. Patung-patung di Bali hanya berfungsi sebagai hiasan. Adanya patung dewa di Bali diyakini sebagai bukti adanya pengaruh Jawa. Di dalam kuil dibuatkan tempat tertentu yang disediakan untuk tempat turunnya dewa atau roh nenek moyang yang telah menjalani prosesi ngaben. Ngaben adalah budaya pembakaran mayat atau tulang surga. Pembakaran mayat adalah suatu kebiasaan di
India yang diadaptasi di Bali. Roh yang telah menjalani upacara ngaben dianggap telah suci. Ida Sang Hyang Widhi sebagai dewa tertinggi tidak dibuatkan pura khusus, namun pada setiap kuil dibuatkan bangunan suci untuknya berbentuk Padmasana atau Meru beratap dua.
Masyarakat Bali mengenal pembagian golongan atau kasta yang terdiri dari brahmana, ksatria, dan waisya. Ketiga kasta tersebut dikenal dengan Triwangsa. Di luar ketiga golongan tersebut masih ada lagi golongan yang disebut jaba, yaitu anggota masyarakat yang tidak memegang pemerintahan. Tiap-tiap golongan mempunyai tugas dan kewajiban yang tidak sama dalam bidang keagamaan. Pada masa pemerintahan Anak Wungsu, dikenal adanya beberapa golongan pekerja khusus, di antaranya pande besi, pande emas, dan pande tembaga. Mereka bertugas membuat alat-alat pertanian, alat-alat rumah tangga, senjata, perhiasan, dan sebagainya. Hubungan dengan Jawa sudah ada sejak zaman pemerintahan Udayana dan Gunapriya, dibuktikan dengan adanya prasasti-prasasti raja-raja Bali yang memakai bahasa Jawa Kuno.


Raja Raja Kerajaan Bali


Raja yang sempat memerintah Kerjaan Bali diantaranya sebagai berikut:
1. Sri Kesari Warmadewi
Di dalam Prasasti Blanjong yang bertuliskan angka tahun 914 menyebutkan istana kerajaan berada di Singhadwalawa.

2. Ratu Sri Ugrasena
Sang Ratu Sri Ugrasena memerintah sejak tahun 915 hingga 942 dan istananya pada saat itu terletak di Singhamandawa.Selama masa pemerintahannya, Ratu Sri Ugrasena meninggalkan 9 buah prasasti. Prasasti tersebut pada umumnya berisi mengenai pembebasan pajak pada daerah-daerah tertentu kekuasaan kerajaan.Tak hanya itu, ada juga prasasti yang memberitakan menganai pembangunan tempat-tempat suci.
Wafatnya Sang Ratu Sri Ugrasena kemudian didharmakan di Air Mandatu.

3. Tabanendra Warmadewa
Tabanendra Warmadewa memrintaha kerajaan sejak tahun 955 hingga 967 masehi.

4. Jayasingha Warmadewa
Ada pro dan kontra mengenai Jayasingha Warmadewa menganai ia bukan merupakan salah dari keturunan Tabanendra sebab di tahun 960 M bersamaan dengan masa kepemimpinan Tabanendra, Jayasingha Warmadewa telah menjadi raja.Mungkin, ia merupakan seorang putra mahkota yang telah diangkat menjadi raja sebelum ayahnya turun dari takhta.Semasa pemerintahannya, ia membuat sebuat telaga atau pemandian dari sumber suci di Desa Manukraya.Pemandian tersebut juga dikenal dengan Tirta Empul yang letaknya berada di dekat Tampaksiring.Raja Jayasingha Warmadewa memimpin kerajaan hingga tahun 975 Masehi.

5. Jayashadu Warmadewa
Janasadhu Warmadewa memerintah kerajaan sejak tahun 975 hinga 983.

6. Sri Wijaya Mahadewi
Tak hanya lelaki saja, Kerajaan Bali juga sempat dipimpin oleh seorang perempuan bernama Sri Maharaja Sri Wijaya Mahadewi.Menurut pendapat dari, ratu Sri Maharaja Sri Wijaya Mahadewi berasal dari Kerajaan Sriwijaya. Namun pendapat dari Damais juga menduga bahwa sang ratu merupakan putri dari Empu Sindok (Jawa Timur).Hal tersebut didasarkan atas berbagai nama jabatan dalam Prasasti Ratu Wijaya sendiri yang lazimnya telah disebut dalam prasasti di Jawa, namun tidak dikenal di Bali, seperti makudur, madihati, serta pangkaja.

7. Dharma Udayana Warmadewa
Pada saat pemeritahan Udayana-lah Kerajaan Bali mengalami puncak keyaan. Beliau memerintah kerajaan bersama sang permaisuri yang bernama Mahendradatta, yang merupakan putri dari seorang raja Makutawangsawardhana dari Jawa Timur.Sebelum Udayana naik tahta, banyak yang menduga bahwa baliau berada di Jawa Timur karena namanya tercantum dalam Prasasti Jalatunda.Perniakah antara Udayana dan Mahendradatta membawa pengaruh kebudayaan Jawa di Bali menjadi semakin berkembang.Contohnya, bahasa dari Jawa Kuno mulai dipergunakan dalam penuliasan prasasti serta mulai melakukan pembentukan dewan penasihat seperti di pemerintahan kerajaan-kerajaan Jawa.Udayana bersama permaisurinya memerintah hingga tahun 1001 M, sebab Gunapriya wafat dan kemudian didharmakan di Burwan.Setelah itu, Udayana tetap memerintah kerjaan hingga tahun 1011 M, dan pada akhirnya beliau wafat dan kemudian dicandikan di Banuwka.Hal tersebut tertera dalam sebuah prasasti Air Hwang (1011) yang menyebutkan nama Udayana. Selain itu, dalam prasasti Ujung (Hyang), Udayana setelah wafat dikenal sebagai Batara Lumah di Banuwka.Dalam perkawinan Udayana dan Mahendradatta lahirlah tiga orang putra yang bernama Airlangga, Marakata, dan Anak Wungsu.Dari ketiga putranya, Airlangga tak pernah memerintah di Kerajaan Bali sebab menjadi menantu Dharmawangsa di Jawa Timur.

8. Marakata
Raja Marakata memiliki gelar Dharmawangsawardhana Marakata Pangkajasthana Uttunggadewa. Ia memerintah sejak tahun 1011 hingga 1022.Masa pemerintahan dari Marakata seezaman dengan Airlangga.
Oleh sebab itu, Stutterheim memiliki pendapat bahwa sebenarnya Marakata adalah Airlangga karena adanya persamaan unsur nama dan masa pemerintahannya.Terlebih lagi dilihat dari cara kepemimpinannya dan juga kepribadiannya yang banyak memiliki kesamaan.Marakata semenjak memerintah dijuluki sebagai sumber kebenaran hukum karena selalu melindungi dan memperhatikan rakyat kerajaan.Karena sikapnya yang sangat dermawan, Marakata sangat disegani dan dihormati oleh rakyatnya. Tak hanya itu, Marakata juga membangun sebuah candi atau persada  yang berada di Gunung Kawi di daerah Tampaksiring, Bali.

9. Anak Wungsu
Anak Wungsu memiliki gelar Paduka Haji Anak Wungsu Nira Kalih Bhatari Lumah i Burwan Bhatara Lumah i Banu Wka.Beliau merupakan Raja Bali Kuno yang paling banyak meninggalkan prasasti berjumlah lebih dari 28 buah prasasti yang telah tersebar di Bali Utara, Bali Tengah, dan Bali Selatan.Anak wungsu memerintah kerajaan selama 28 tahun sejak tahun 1049 hingga 1077. Anak Wungsu kerap dianggap sebagai jelmaan dari Dewa Wisnu.Anak Wungsu sendiri tidak memiliki keturuan. Beliau wafat di tahun 1077 dan kemudian dimakamkan di daerah Gunung Kawi (dekat Tampaksiring).

10. Jaya Sakti
Jaya Sakti memimpin kerajaan sejak tahun 1133 hingga 1150 M sezaman dengan pemerintahan Jayabaya di Kediri.Dalam masa pemerintahannya, ia dibantu oleh penasihat pusat yang terdiri dari para senapati serta pimpinan keagamaan baik dari agama Hindu maupun Buddha.Jaya Sakti menggunakan kitab Undang-Undang yang bernama kitab Utara Widdhi Balawan dan kitab Rajawacana.

11. Bedahulu
Pada tahun 1343 M, kerajaan dipimpin oleh Sri Astasura Ratna Bhumi Banten. Bedahulu dalam memimpin kerajaan dibantu oleh kedua patihnya yang bernama Kebo Iwa dan Pasunggrigis.Bedahulu menjadi raja terakhir yang memimpin Kerajaan Bali, sebab pada masa pemerintahannya ia berhasil diditaklukkan oleh Gajah Mada serta wilayah kerajaan menjadi wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit.


Kehidupan Ekonomi Kerajaan Bali

Kehidupan ekonomi yang berkembang di Bali adalah sektor pertanian. Hal itudapat dibuktikan dengan kata-kata yang terdapat dalam berbagai prasasti yangmenunjukkan usaha dalam sektor pertanian, seperti suwah, parlak (sawah kering), gaga(ladang), kebwan (kebun), dan kaswakas (pengairan sawah).

Kepercayaan Kerajaan Bali

Masyarakat Bali banyak mendapat pengaruh dari kebudayaan India, terutamaHindu. Sampai sekarang, masyarakat Bali masih banyak yang menganut agama Hindu. Namun demikian, agama Hindu yang mereka anut telah bercampur dengan budayamasyarakat asli Bali sebelum Hindu. Masyarakat Bali sebelum Hindu merupakankelompok masyarakat yang terikat oleh hubungan keluarga dan memuja roh-roh nenek moyang yang mereka anggap dapat menolong dan melindungi kehidupan keluarga yang masih hidup. Melalui proses sinkretisme ini, lahirlah agama Hindu Bali yang bernama Hindu Dharma.

Masa Kejayaan Kerajaan Bali

Masa kejayaan Kerajaan Bali terjadi pada saat Dharmodayana menjadi raja. Pada masa Dharmodaya, kerajaan tersenut mengalami kejayaan dengan sistem pemerintahan yang semakin jelas disbanding sebelumnya.Pada masa Dharmodayana ini, pihak kerajaan memperkuat hubungan itu dengan mengawinkan Dharma Udayana dengan Mahendradata, putri dari raja Makutawangsawardhana dari Jawa Timur. Hal tersebut akhirnya semakin memperkokoh kedudukan kerajaan di antara Pulau Jawa dan Bali.

Penyebab Keruntuhan Kerajaan Bali

Kerajaan Bali mengalami kejatuhan akibat siasat dariMahapatih Gajah Mada yang pada saat itu sedang memperluas ekspansinya kenusantara, awalnya dia mengajak raja Bali untuk berunding tentang penyerahankerajaan Bali ke tangan Kerajaan Majapahit, karena itulah patih Kebo Iwadikirim ke Majapahit untuk perundingan damai, namun sampai di sana, Kebo Iwapun dibunuh tanpa sepengetahuan kerajaan Bali, lalu Majapahit mengirim GajahMada yang berpura-pura mengajak berunding, akan tetapi kemudian dia membunuhraja Gajah Waktra sampai kerajaan Bali berada di dalam Kerajaan Majapahit.


Baca Juga:Kerajaan Singasari Meliputi Berdirinya Kerajaan, Peninggalan Kerajaan, Raja - Raja dan Masa Pemerintahan Kertanegara

Letak Kerajaan Bali

Kerajaan Bali merupakan sebuah kerajaan yang terletak di sebuah pulau kecil yang tak jauh dari Jawa Timur dengan nama yang sama. Kerajaan Bali umumnya bercorak agama Hindu. Dalam perkembangan sejarahnya, Bali mempunyai hubungan erat dengan Pulau Jawa karena letak kedua pulau ini berdekatan.
Bahkan ketika Kerajaan Majapahit runtuh, banyak rakyat Majapahit yang melarikan diri dan menetap disana. Sampai sekarang ada kepercayaan bahwa sebagian dari masyarakat Bali dianggap sebagai pewaris tradisi Majapahit.
Bali yang dikenal sebagai “Pulau Dewata” pada zaman duhulu kala, sebelum kedatangan majapahit terdapat sebuah kerajaan yang muncul pertama kali di bali yaitu sekitar 914 M yang diketahui dari sebuah prasasti yang ditemukan di desa blanjong dekat Sanur yang memiliki pantai matahari terbit.Prasasti itu berangka tahun 836 saka yang menyebutkan nama rajanya “Khesari Warmadewa” memiliki istana yang ada di Singhadwala. Khesari Warmadewa adalah Ugrasena pada tahun 915 M – 942 M.Setelah meninggal, Abu dari jenasah dari raja Ugrasena dicandikan di Air Madatu, lalu beliau digantikan oleh mahkota Jayasingha Warmadewa (960 M – 975 M).
Dikatakan bahwa raja Jayasingha membangun dua pemandian di desa Manukraya, yang letaknya sekarang. Pusat Kerajaan Bali pertama di Singhamandawa. Raja pertama Sri Ugranesa. Beberapa prasasti yang ditemukan tidak begitu jelas menggambarkan bagaimana pergantian diantara 1 keluarga raja dengan keluarga raja yang lain. Prasasti yang ditemukan di Jawa Timur hanya menerangkan bahwa Bali pernah dikuasai Singasari pada abad ke – 10 & Majapahit abad ke – 14.


Peninggalan Kerajaan Bali

  • Prasasti Blanjong
  • Prasasti Panglapuan
  • Prasasti Gunung Panulisan
  • Prasasti-prasasti peninggalan Anak Wungsu
  • Candi Padas di Gunung Kawi
  • Pura Agung Besakih
  • Candi Mengening
  • Candi Wasan.

Daftar Pustaka

  • Wardaya. 2009. Cakrawala Sejarah 2 : untuk SMA / MA Kelas XI ( Program IPS ). Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional


Penelusuran yang terkait dengan Kerajaan Bali

  • pendiri kerajaan bali
  • peninggalan kerajaan bali beserta gambar
  • pertanyaan tentang kerajaan bali
  • makalah kerajaan bali
  • agama kerajaan bali
  • ppt kerajaan bali
  • peristiwa penting kerajaan bali
  • mata pencaharian kerajaan bali
  • gambar kerajaan bali
  • kerajaan bali pdf
  • kehidupan masyarakat kerajaan bali cukup teratur karena adanya sistem
  • peta konsep kerajaan bali

Post a Comment for "Kerajaan Bali Meliputi Raja Raja Kerajaan Bali, Letak Kerajaan, Peninggalan Kerajaan"